Kinanti lama tak pulang.
Sepatu kuda dan dokar menunggu. Bapak tak lagi berangkat ke sawah. Ibu tak lagi menanak nasi seperti biasa. Pekarangan dan desa tiba-tiba sepi—tak ada lagi yang bernyanyi setiap pagi dengan rambut ekor kuda.
Tak ada lagi yang rajin menangkap embun dan menyimpannya berhari-hari di dalam botol. Tak ada lagi yang menyalakan lampu teplok. Bermain-main dengan kunang-kunang. Tak ada lagi yang bercerita kepada kawan-kawannya tentang tidur di langit dan mencium bintang.
Ah, kinanti. Kau gadis mungil nan lucu. Senang sekali bermain petak umpet sampai malam-malam. Sesekali menangkap kodok di sawah. Layanganmu kini hanya tergantung di atas ruang makan mungil itu.
Celengan ayammu bahkan masih berdiri dengan angkuh di atas meja kamarmu. Menabung tiap hari, seperti katamu, supaya kaya. Menabung tawa dan kebaikan. Begitu katamu waktu itu sambil tertawa dengan lesung di pipi kirimu.
Kinanti yang pelamun. Suka sekali duduk berjam-jam di dekat jendela. Melihat ke kolam depan jendela—menatap mata beningnya sendiri. Mengobrol dengan ikan-ikan, anehnya ikan-ikan itu seperti mendengarkannya. Kolam itu begitu tenang.
Kinanti bukan gadis asing. Kau akan mudah mengenalnya. Kau akan senang mendengarkan ia bercerita—ia suka sekali bercerita sambil bersenandung—senandung yang akan buatmu seperti dininabobokan, tetapi tidak mengantuk—ingin mendengarkan lagi dan lagi. Kau akan mengharapkan gadis itu menghantarkanmu ke dunia mimpi.
Terus bercerita dengan bibir mungilnya tentang Psycho girl, Destiny, Zsa Zsa Zsu, Polypanic room, dan Kinanti dirinya sendiri. Telingamu pasti tidak akan lepas darinya—mulutmu terkatup, sesekali hanya bisa senyum kecil karena melihat matanya yang begitu jenaka.
Tapi sesekali, kamu akan sedikit terisak dengan kesedihan yang ia bagi. Bercerita Polypanic room—kembali mendengarkannya berulang-ulang, terkesima, merasa sesuatu sedang menggelitiki ujung matamu. Menemukan makna di balik dentingnya—di balik bening mata Kinanti.
Bapak dan Ibu kini kangen, Kinanti. Rindu cerita-ceritanya. Apa kabar gadis itu sekarang? tanya mereka dalam hati. Tak berani saling menatap. Nanti mata mereka saling berembun. Jadi Bapak dan Ibu hanya duduk bersebelahan—saling melekatkan punggung tangan mereka.
Dago 349, 20 April 2011. 01:07, dini hari.
*menulis untuk review Album Katjie & Piering. Mari download albumnya, berisi lima track dan dengarkan bening denting mereka di sini :)
Nice one =)
ReplyDeleteLagu Kinanti itu emang bening banget, ya, The, bikin teduhhh ...