Cara-cara
Tidak Kreatif Untuk Mencintai, adalah sebuah buku yang sedang kamu tunggu. Ia
lahir sebentar lagi, tepat di 16 April 2018. Ini adalah buku kedua sekuel atau
(sebutlah lanjutan) dari buku Tempat Paling Liar Di Muka Bumi.
Ingatan
saya kembali ketika kami, saya dan Weslly, memulai proyek ‘tantangan untuk
saling menulis puisi’ setiap hari di tahun 2015 lalu. Saat itu semangat kami,
adalah bermain-main. Kami mau melibatkan kehidupan kami dengan menulis puisi,
seperti kegiatan sehari-hari lainnya: menyikat gigi, mandi, pakai sepatu, minum
kopi, memencet komedo, dan lainnya. Saya
membaca beberapa ulasan dari buku Tempat Paling Liar Di Muka Bumi, macam-macam
bentuknya.
Ada yang berupa ulasan panjang di blog, Goodreads, status Facebook,
unggahan pada Twitter, foto dan
caption (panjang maupun pendek) di Instagram,
atau mendengarkan komentar menarik lainnya yang dilontarkan langsung kepada
saya, ketika tidak kebetulan saya bertemu muka dengan muka dengan pembaca. Yang
diam-diam membuat saya senyum-senyum kecil. Bagaimana tidak, semua komentar itu
agak melampaui batas, ‘berlebihan’,
barangkali itu kata yang tepat. Mengingat ketika saya dan Weslly memulai proyek
ini, kami tak pernah bermimpi, bahwa buku ini mampu membuat pembaca tersentuh.
Meminjam istilah dari Raisa Andriana, si penyanyi itu, ketika mengirimkan
komentarnya kepada saya via surat
elektronik, “Tersentuh di semua tempat yang sebelumnya belum pernah tersentuh
kata-kata.”
Saya
merenung, apakah yang kira-kira membuat pembaca tersentuh sedemikian rupa ya? Atau
apakah yang kira-kira membuat pembaca senang memotret bagian puisi, atau
kutipan yang mereka temui, dan mengunggahnya di media sosial mereka? Dan apakah
yang kira-kira membuat buku Tempat Paling Liar Di Muka Bumi, mencapai cetakan
keduanya? Sungguh, saya tidak tahu pasti jawabannya apa. Semua selera memang
dikembalikan kepada pembaca. Karena mereka kini telah menjadi tuan atas
puisi-puisi kami. Puisi-puisi yang dikatakan oleh Weslly, sebagai arsip pacaran
yang ketahuan publik.
Saya
tidak lupa, semua proses yang kami lalui dengan buku Tempat Paling Liar Di Muka
Bumi, kampanye yang kami lakukan, perjalanan ke beberapa kota untuk membuat
acara peluncuran kecil-kecilan: Bandung, Salatiga, Yogyakarta, Jakarta, dan
Ambon. Kami bahkan mencatat setiap acara perjalanan itu dan mengunggahnya di
blog masing-masing. Belum lagi promosi yang masih kami lanjutkan kurang lebih
enam bulan hingga setahun kemudian setelah buku terbit. Seperti menemani
seorang anak di usia emasnya, kami berusaha menjadi sepasang orang tua yang
baik.
Kira-kira
bulan Oktober hingga November di tahun kemarin, kami berhasil merampungkan buku
kedua kami, yang kami beri judul “Cara-Cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai.”
Kami sepakat bahwa di dalam buku ini, kami memang banyak ‘bermain-main,’
puisi-puisi yang kami tulis lebih leluasa mendaratkan pantatnya pada sofa,
menyicip kopi, tanpa terlampau khawatir akan hari esok. Puisi-puisi yang kami
tulis dan saling balas tak lagi memakan hari, ia menyergap seperti kilat di
hari siang yang terik.
Puisi-puisi kami berubah bentuk menjadi kata-kata yang
lebih sederhana, sehari-hari, dan biasa saja, seperti yang sering dikatakan
oleh pasangan yang sudah mencintai selama bertahun-tahun, yang diam-diam dihinggapi
rasa bosan. Tetapi bukankah itulah yang dialami ketika sepasang saling
mencintai, wujud cinta kemudian berubah menjadi hal-hal paling kecil—tidak lagi
mendidih, seperti mencuci kolor pasanganmu, membikinkan kopi sehari tiga kali,
menyuruhnya minum air putih. Dan melakukan tindakan-tindakan repetitif lainnya,
tanpa sekalipun mengeluh.
Di
buku Cara-Cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai, kamu akan menemukan
sesuatu yang lain, yang barangkali bukan seperti puisi, sungguh jauh dari kata
kreatif, dan sangat manusiawi. Ia mungkin terlalu kanak-kanak, tapi tidak
ingusan. Ia akan mengajakmu bermain, hari ini bermusuhan, namun keesokan harinya
baikan lagi.
Bukankah,
mencintai seseorang juga kadang seperti itu.
No comments:
Post a Comment