Entah harus merasa apa, menjalani kehidupan dewasa itu ternyata tidak segampang yang dipikirkan. Suatu hari saya pernah menulis di status twitter pingin kembali ke masa SMA, ketika masalah kita hanya bagaimana supaya Matematika tidak dapat lima. Seiring dengan jiwamu bertumbuh, saya memakai kata jiwa, karena pertumbuhan jiwa dengan usia terkadang tidak sinkron.
Ya, seiring dengan pertumbuhan jiwa yang kamu rasakan. Banyak tuntutan yang muncul dalam kehidupanmu. Tuntutan ini bisa berupa, macam-macam—antara lain sesuatu yang sangat populer di masyarakat disebut dengan kemapanan. Mengobrol dengan beberapa orang yang telah tiba pada usia-usia tertentu, mereka merasa perlu memperkaya diri mereka dengan materi tertentu sehingga mereka memang dianggap layak untuk menjadi manusia.
Sedangkan saya mengalami kebingungan dan sering sekali bertanya kepada diri saya sendiri, bahwa apa betul yang bernama kemapanan itu mesti harus berhubungan dengan materi. Sampai di sini saya tidak berani bertanya kepada diri saya lebih lanjut. Karena sisi hati saya berteriak bahwa, ia masih butuh materi.
Tapi bukan berarti sisi hati saya lainnya hanya diam saja. Diam-diam ia juga turut menyuarakan sesuatu yang ada di dalam. Yang mungkin selama ini terbangun dengan begitu kerasnya. Hampir dua tahun belakangan ini saya bergumul cukup keras dengan beberapa pilihan menyangkut kehidupan saya.
Diawali dengan tawaran untuk kembali ke Ambon, kota kelahiran, lalu bekerja di sana—walau sudah dipaksa oleh kedua orang tua saya. Saya memilih untuk bertahan di Bandung sebagai seorang penyiar radio, yang dapat dibilang penghasilannya juga tidak terlalu besar—biasa-biasa saja. Selain itu saya kadang menjadi MC, moderator dari beberapa acara tertentu, dengan bayaran yang tidak tinggi melainkan lumayan untuk menyambung hidup. Lalu sesekali saya bernyanyi kemudian mendapat sedikit penghasilan di sini.
Selain itu saya banyak terlibat dengan project-project yang sifatnya sosial. Membantu lebih banyak dengan bayaran yang tidak seberapa—tidak pernah saya hitung juga. Tetapi yang membuat saya bersyukur adalah saya masih bisa punya tempat tinggal yang lumayan, juga makan pakai yang cukup untuk sehari-hari.
Sampai tahap ini, bisa dibilang walaupun pas-pasan tapi untungnya saya jarang kelaparan. Kalaupun iya, saya juga tidak akan bilang-bilang. Masalah tidak hanya sampai di situ, yang kemudian hadir adalah banyak teman-teman yang kemudian mempertanyakan keberadaanmu dan pekerjaanmu yang bukan 9-5 lalu disambungkan dengan seberapa besar materi yang telah kamu capai. Saya masih bersyukur, tidak ditanya kapan menikah? atau mungkin belum.
Lucunya, hampir semua teman-teman seumuran saya berpendapat bahwa memasuki usia dewasa sudah selayaknya dibuktikan dengan kemapanan. Dimana materi dalam hal ini begitu diangung-agungkan. Saya tidak munafik, sampai detik ini pun saya sendiri masih butuh uang. Saya hanya tidak setuju kalau mapan yang memang digembar-gemborkan itu adalah melulu soal materi.
Bagaimana kalau pertanyaannya di balik begini: sudahkah kamu mengerjakan passion-mu di usia mu?
Bukannya mau sok-sok memotivasi. Tapi apa betul mapan yang kamu ingin capai itu hanya berupa materi saja. Bagaimana dengan mimpi? melakukan hal-hal yang kamu betul-betul suka—berkhayal untuk menjadi sesuatu, lalu mulai berangsur-angsur menjadi seperti yang kamu hayalkan.
Pagi ini saya mengirimkan sms kepada seorang teman dekat bilang begini: Tiap orang yang punya passion, pada akhirnya akan berjalan sendiri, bermimpi sendiri, lalu mengerjakan mimpinya sendiri. Rasa-rasanya memang kalimat ini pernah saya baca pada sebuah tulisan, tapi sayang sekali saya lupa dimana.
Melakukan passion-mu secara sungguh-sungguh terkadang membuatmu lupa kepada kemapanan yang hanya bersifat materi. Bermimpi lalu mengerjakan mimpimu, merajutnya dalam diam tanpa seorang pun tahu, membuatmu semakin ulet di dalam. Dan hasilnya tidak kelihatan di luar. Membangun rumah besarmu melalui denah kecil, dengan tumpukan batu bata dan tanah yang kelihatannya berantakan, tidak lantas segera membawamu mendapatkan rumah mewah.
Kemapanan sesungguhnya adalah bukan apa yang kelihatan di luar. Tetapi membangun keyakinan yang cukup tangguh di dalam dirimu, untuk percaya bahwa kelak kamu akan besar karena mimpimu.
Hanya ada dua hal besar yang ingin saya kerjakan di dalam hidup, sebutlah ini passion saya: writing dan public speaking.
Saya jatuh cinta dengan mereka.
Kelak saya akan berkeliling kemana-mana karena melakukan passion ini. Kelak saya akan besar di sini. Kelak saya akan berkantor dari rumah saya sendiri. Semoga kalau waktu itu tiba, saya tetap sederhana. Semoga saya mampu mengingat bahwa ada masa-masa menangis panjang yang saya hadapi seorang diri dan tidak ada seorangpun yang tahu.
Sebutlah ini bukan definisi kemapanan. Kemapanan yang dibangun dari dalam akan lebih baik ketimbang apa yang kelihatan dari luar. Dan biasanya, harganya lebih mahal dari materi apapun—berapapun jumlahnya.
Entahlah, di umurku yang mungkin Mbak Theo bisa bilang "baru 22" ini, aku beberapa kali mengalami pertanyaan2 dari lingkungan terdekat: Kalo kamu begini, trus kamu mau jadi apa? Begitu kira2 kasarnya.
ReplyDeleteDan itu sedih.
"Sudahkah kamu mengerjakan passion-mu di usia mu?" > pertanyaan ini yang sedang sering berkecamuk di pikiran saya akhir-akhir ini.
ReplyDeleteSaya suka sekali dengan tulisan Kak Theo :)
Doanya diaminin =)
ReplyDeletereally, reading this post almost makes me cry...
ReplyDeletemakasih mbak sudah mengingatkanku akan mimpi2 dan passion yg selama ini sempat terlupakan krn terlena dg ambisi segera lulus kuliah dan mndpatkan pkerjaan yg mapan ^^
FYI, saya juga suka sekali 'menulis', semoga suatu saat benar2 bisa mnjdi seseorang dari 'menulis' ...
always love your words...
mba, saya kagum sama mba. saya suka sekali tulisan mba. tulisan ini juga saya suka sekali.
ReplyDeleteTerkadang kita mendapat tekanan dari orang-orang yang tidak mengerti apa itu passion, dan terkadang kita bingung antara harus mengejar passion atau menyerah pada kehidupan?
tapi dengan tulisan ini semoga saya tetap bisa mengejar passion saya sendiri. amin
selalu ku nanti tulisan kak Theo,.
ReplyDeletemenggambarkan kehidupan nyata..
SUKSES selalu kak,. terus berkaryaa..