Pulang Ambon sering saya maknai sebagai sebuah kangen panjang seorang kekasih yang memiliki hubungan jarak jauh dengan kekasihnya. Saya dan Ambon adalah kekasihnya. Dan selama ini kami terpisah jarak. Saya yang harus bekerja di Bandung. Dan kekasih saya, Ambon tetap di rumahnya.
Ketika kepulangan saya sekitar
sebulan yang lalu, saya sempat diundang untuk membaca puisi ke sebuah acara
yang disebut dengan sebutan TrotoArt. Acara ini sudah diselenggarakan beberapa
kali. Dan jika kamu ingin tahu lebih banyak lagi tentang acara ini, saya akan
menceritakannya kepadamu.
Malam itu saya diajak
duduk-duduk pada sebuah area wisata kuliner malam di Ambon, tepatnya di
belakang Ambon Plaza, ada sebuah jalan yang kini ditutup pada sisi sebelahnya.
Dan banyak sekali yang menjajakan nasi kuning enak dengan beragam teh atau kopi
yang sedap.
Nyong Vic, begitu ia biasa
disapa. Victor Latupeirissa, nama lengkapnya. Victor terlihat santai dengan
kaos dan jins. Dan ia yang selama ini rajin mengurusi acara yang berkaitan
dengan pelaksanaan TrotoArt.
Jadi gimana sih awalnya acara
TrotoArt ini berlangsung?
“Awalnya sih karena saya banyak
bergaul dengan anak-anak band. Tapi sebenarnya saya nggak bisa main musik. Tapi
suka aja kumpul sama komunitas anak-anak band. Nah akhirnya saya tahu bahwa
mereka (anak-anak band-red) kadang kepengin tampil. Tapi mereka nggak punya
ruang.”
Terus gimana ceritanya panggung
pertama?
“Banyak band-band yang terlibat
di acara ini. Mereka sangata antusias. Ada Belasting, Ikan Asar, Pangeran, dan
beberapa band lainnya. Kemudian setelah panggung pertama ini kita juga ketemu
dengan anak-anak band lainnya dan kumpul lalu punya ide untuk bikin panggung
selanjutnya.”
Bisa cerita ide singkat kenapa
ada TrotoArt?
“Simpel aja. Kita hanya ingin
punya panggung. Kalau selama ini berkarya, bikin lagu. Kita hanya ingin
didengar.”
Selama ini di TrotoArt apa-apa
saja sih yang sudah ditampilin?
“Banyak. Ada pembacaan puisi,
ada yang pernah bagi soal painting, fotografi (dari teman-teman Pardiedoe),
Video Clip (dari D’Embalz) dan lain-lain.”
Tentang promosinya sendiri dan
bagaimana tanggapan crowd dan orang-orang yang datang?
(oke, sejujurnya malam itu
ketika saya hadir di TrotoArt saya sempat kaget karena banyak sekali anak-anak
muda Amon yang datang. Entah mengapa, tapi saya percaya ini seharusnya bisa
menjadi sesuatu yang besar di kemudian hari. Karena dimana satu atau dua
anak-anak dengan
“ide kreatif”bertemu, seharusnya kami bisa melakukan sesuatu
yang besar.)
“Jadi selama ini kami promosi
dari mulut ke mulut. Dari komunitas yang satu ke komunitas yang lain. Pake
twitter juga. Dan massa yang datang ke sini-sini yah lumayan banyak.”
Ada harapan tentang TrotoArt ini sendiri?
“Tidak putus dan tetap ada
terus. Dan semoga dengan adanya panggung ini teman-teman yang berkarya bisa
didengarkan. Dan mereka bisa menghibur orang-orang yang datang dengan
karya-karya mereka. Kami juga rencana akan bikin album kompilasi dari acara
TrotoArt ini. Jadi setiap musisi yang tampil bisa menyumbang lagunya dan
nantinya akan di satukan. Doakan ya.”
Amin. Semoga tercapai apa yang
dicita-ctakan oleh teman-teman di TrotoArt. Harapan saya pribadi adalah semakin
banyak acara-acara kreatif seperti ini diadakan di Ambon. Supaya paling tidak
kita bisa tetap saling menghibur satu dengan yang lain. Dan kita sendiri tidak
malu dengan tagline Ambon The city of Music. Seharusnya tagline ini membuat
kita anak-anak muda Maluku punya lebih banyak panggung. Semoga pemerintah
daerah sadar akan hal ini dan semakin melapangkan hatinya untuk membantu setiap
pergerakan kreatif di Maluku, khususnya di Kota Ambon.
Bulan semakin tinggi. Saya
sudah harus pulang. Kembali ke rumah, kali ini membuat saya kembali menjadi
anak bungsu yang punya jam malam, dan bertemu ayah yang menunggu saya dengan
setia di teras rumah.
*tulisan ini untuk teman-teman
kreatif/musisi/seniman di Ambon. Tetap berkarya pantang mundur! foto-foto silakan intip di https://twitter.com/pardiedoeSR :)