Hampir enam bulan ini, saya menjadi koordinator dari sebuah proyek buku. Ide awal, kenapa sampai buku Rona Kata lahir adalah dari beberapa kali pertemuan baca puisi yang saya lakukan di Potluck Bandung. Pertemuan kemudian menjadi pertemanan, dan akhirnya tercetuslah ide dari Violetta Simatupang, untuk membuat buku puisi bersama.
Ide ‘bisik-bisik’ ini, awalnya maih ditanggapi dengan main-main dan tidak serius, kemudian hilang begitu saja untuk beberapa waktu. Tepatnya tanggal 31 Januari 2010 yang lalu, saya, Desiyanti, dan Violetta Simatupang bertemu lagi, untuk kemudian membicarakan proyek ini dengan serius.
Bagaimana kalau kita membuat buku puisi, semua penulisnya harus perempuan dengan latar belakang pekerjaan yang berbeda-beda. Begitulah ide awalnya, maka mulailah proyek ini dijalankan. Karena saya ditunjuk sebagai koordinator, maka saya bertugas untuk mencari lagi tujuh orang perempuan lainnya dengan latar belakang yang berbeda-beda. Setelah saya sendiri, Desiyanti, Violetta Simatupang, munculah nama lainnya seperti Miranda Risang Ayu Palar, Yunis Kartika, Heliana Sinaga, Dian Hartati, Anjar Anastasia, Palupi Sri Kinkin, dan Tisa Granicia. Kami semua adalah perempuan-perempuan dengan latar belakang yang berbeda, yang akhirnya menyatakan diri sebagai: pecinta puisi.
Sepuluh perempuan pecinta puisi, akhirnya bersatu dalam: Rona Kata.
Kenapa Rona Kata? tidak ada alasan khusus. Hal itu dikarenakan, kata rona atau merona yang jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris yang artinya blush on, begitu dekat dengan perempuan.
Beberapa proses akhirnya kami lalui bersama, dimulai dari foto bersama, kemudian pengumpulan karya, masing-masing penulis harus mengumpulkan sekitar lima belas karya terbaiknya, yang nantinya bisa dipertanggungjawabkan sendiri, karena kami tidak memiliki editor khusus untuk proyek ini. Setelah karya masuk, terjadi beberapa kali pengeditan. Butuh waktu sekitar lima bulan untuk menyelesaikannya, hal ini dikarenakan, setiap kami punya kesibukan yang sangat luar biasa. Ini merupakan kendala terbesar yang mungkin dapat saya rasakan selama menyelesaikan buku ini.
Beberapa orang teman juga turut membantu penyelesaian buku ini, antara lain: Erri Nugraha (Design Cover), Nuri Fatima (Ilustrator), Sherly (Penata Letak) dan Arum Tresnaningtyas Dayuputri (Fotografer). Lima bulan ditambah dengan satu bulan terakhir, keluar masuk Alumni, pihak percetakan yang dengan baik hati mendukung penerbitan buku kami, maka akhirnya tanggal 26 Juli 2010, buku Rona Kata selesai dicetak.
Pertemuan-pertemuan kami berikutnya adalah, bagaimana memikirkan sebuah acara launching di Bandung, dengan acara yang sederhana saja tidak terlalu meriah. Dengan pembagian tugas yang cukup, saya dan teman-teman Rona Kata, kembali memikirkan bagaimana meluncurkan buku kami. Hanya dalam dua minggu, saya bertanggungjawab untuk mengkoordinasi tempat dan acara. Jejaring dan berbagai link, mulai dikerahkan untuk mensukseskan acara ini.
Selanjutnya tanggal 8 Agutsus 2010, kemarin Launching Rona Kata berjalan dengan mendapat sambutan yang lumayan dari setiap pengunjung yang datang. Kurang lebih seratus lima puluh orang berkumpul di Gedung Indonesia Menggugat, Jl. Perintis Kemerdekaan no.5 Bandung, untuk merayakan lahirnya ‘bayi mungil’ kami. Acara yang dimeriahkan oleh teman-teman sendiri, seperti: Syarif Maulana and friends (Klab Klassik Tobucil), Deugalih, Christian Jati, Grace Sahertian & Tesla Manaf (Klab Jazz), Muktimukti Mimesis Soul, Wienny Siska berkesan sangat intim dan hangat.
Saya sendiri merasa ini adalah proyek buku pertama yang sangat mengesankan. Walaupun ada beberapa hal yang saya sebut sebagai ketidak puasan, tetapi saya menganggap hal tersebut sebagai suatu pengalaman untuk menambah referensi bagi kemampuan diri saya dalam hal mengkoordinasi orang lain.
Tentu saja, ini adalah proyek yang penuh dengan keluhan. Penuh dengan mengerungkan alis, penuh dengan malam-malam tanpa tidur, penuh dengan curhat-curhat panjang, sesekali penuh air mata. Tapi dibalik itu semua, ini adalah proyek yang penuh perjuangan. Di satu sisi, ada pembesaran kapasitas yang kemudian saya rasakan. Tiba-tiba saya merasa, saya semakin ‘melar’, ada sesuatu yang bertumbuh di dalam diri saya, sesuatu yang sedang mengakar. Tidak kelihatan. Hanya saya yang bisa merasakannya.
Malam ini setelah launching buku Rona Kata, yang bisa dikatakan sukses. Saya pulang ke kos dengan satu pemikiran yang berulang-ulang muncul di benak yaitu: “ketika kau punya mimpi, sebenarnya kau sedang bersiap untuk berjalan sendiri.”
Lirik lagu “Destiny” dari Lenny Kravitz, mengalun pelan berulang kali di pikiran dan hati saya No one can live for me No one can see the things I see I walk this road No one can tell me how to be lirik lagu ini memang sedang menjadi teman perjalanan saya beberapa minggu ke belakang ini, lirik lagu yang sangat menguatkan. Lirik lagu yang kemudian membuat saya banyak merenung dan berdialog dengan diri saya sendiri.
Lirik lagu yang kembali mengingatkan saya bahwa, “ketika kau tahu kau sedang berjalan sendirian, yang harus kau lakukan adalah percaya kepada dirimu sendiri.”
Saat ini, saya merasa seperti saya sedang berjalan sendirian, tidak ada orang yang melihat hal yang sama seperti yang saya lihat, tidak ada orang yang memahami apa yang sedang saya kerjakan, dan kemudian saya menjadi muak untuk mengemis dukungan kepada orang lain. Seharusnya yang saya lakukan hari dan besok, adalah semakin percaya kepada diri sendiri, semakin mengandalkan diri sendiri.
Saya berterima kasih kepada closet yang menjadi saksi kepanikan sekaligus penyerahan diri, saya selalu ada diantara keduanya.
Terima kasih kepada teman-teman perempuan yang luar biasa, dengan spirit yang menular yang saya temukan di Rona Kata. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian proyek ini dari awal sampai kepada sesi launching di Bandung, semoga akan ada sesi launching berikutnya, Jakarta, Jogja, dan Bali. Tunggu saja kabar selanjutnya. Terima kasih juga kepada Mama dan Papa, saya janji membawa satu buku untuk mereka, ketika saya pulang ke Ambon nanti. Terima kasih kepada orang-orang yang masih saja tidak mengerti apa yang saya kerjakan, memandang rendah apa yang saya kerjakan, tidak mendukung apapun yang saya kerjakan, tidak apa-apa, toh “akar” yang tumbuh di dalam tidak selalu kelihatan bukan?
Terima kasih kepada penguasa jagat raya, untuk selalu memberikan kekuatan dari tempat yang maha tinggi.
Sekali lagi selamat datang Rona Kata, bayi yang cantik, bayi yang lahir dari tubuh sepuluh perempuan, bayi yang sebentar lagi menstruasi dan tumbuh menjadi gadis cantik.
atas ki-ka: Yunis Kartika, Miranda Risang Ayu Palar, Violetta Simatupang, Palupi Sri Kinkin, Desiyanti, Anjar Anastasia, Saya.
bawah ki-ka: Tisa Granicia, Dian Hartati, Heliana Sinaga.
*Photo by: Fahmi Rakhman Fuad.
Jempol!!!! Aku pasti beli Rona Kata-nya. Nanti kalau kita ketemu, aku minta di ttd-in ya? :) Kita ketemuan yuukkkk
ReplyDeleteSelamat ya... Theo.... salutlah buat mengumpulkan 10 perempuan pecinta puisi :D
ReplyDeleteBooo gue bangga pada lo!!! Muuaaahh!! ;)
ReplyDelete