waktu itu belum terlalu larut, gerimis yang keluar masuk melalui jendela kamar mulai berdesak-desakan menginginkan tempat yang layak. mungkin di luar mereka tidak tenang, karena terganggu dengan bisingnya kendaraan di jalan raya.
satu-satu kakinya melompat, ke kanan dan ke kiri seperti sedang main lompat karet. ada yang hanya duduk-duduk di kisi jendela, menyentuh pinggiran jendela dengan pantat kurus mereka.
ada yang bergelantung diantara gorden coklat tua, mengelap sesuatu di sana entah apa. memang, aku sempat melihat ada sesuatu yang mengalir dari mata gerimis. atau bisa jadi mereka sedang mengelap kesedihan.
ada yang kakinya menginjak lantai keramik di bawah jendela, menyatu dengan debu di situ. debu yang tadinya sedang tidur dengan tenang, harus terusik dengan kehadiran gelembung-gelembung air itu. mungkin saja mereka memang sehati dan hendak berbagi dingin.
ada yang menetes diantara ventilasi, seperti sedang bermain ayunan, ujung-ujung kaki gerimis terlihat kurus dan rapuh, sesekali sedikit bergoyang-goyang tertiup angin, yang kemudian mulai melelehkan tubuh mereka dengan pasrah.
aku pikir, apa pula yang hendak dilakukan gerimis selarut ini di kamarku, mereka belum juga mengantuk. atau mereka memang sengaja, menerobos masuk melalui jendela kamarku.
gerimis selalu turun beramai-ramai, supaya aku mengerti bahwa sesungguhnya di dunia ini tidak ada yang benar-benar sendiri.
No comments:
Post a Comment