pulau Kei. source: google
"There are only two
lasting bequests we can give our children - one is roots, and the other,
wings." - Hodding S. Carter
Saya sedang penasaran untuk
mengetahui akar saya. “Akar” salam hal ini adalah darimana saya berasal. Dan
apa yang membuat saya menyenangi apa yang saya lakukan sekarang.
Seorang teman pernah berkata
bahwa, jangan-jangan siapa kita yang sekarang ini memang adalah semacam “representasi”
dari nenek moyang kita turun temurun. Misalnya jika dulu nenek moyang kamu
adalah raja-raja, berarti itu pasti ada hubungannya dengan apa yang kamu
kerjakan sekarang. Bisa jadi kamu adalah seorang pengambil keputusan dimanapun
kamu berada sekarang.
Saya percaya. Karena di dalam
tubuh saya ada gen yang saya bawa turun temurun. Saya dibesarkan dengan darah
Maluku yang cukup kental. Tidak banyak basa-basi. Dan selalu mengungkapkan
sesuatu “straight to the point.” Ayah saya berasal dari Kei. Sebuah pulau kecil
yang ada di daerah Maluku Tenggara. Pulau eksotis menurut cerita beberapa
orang. Saya sendiri belum pernah pulang untuk melihatnya secara langsung di
usia dewasa.
Menurut wikipedia, leluhur orang Kei berasal dari Bal (Bali),
wilayah kerajaan Majapahit di kawasan Barat Nusantara. Konon dua
perahu utama berlayar dari pulau Bali, masing-masing dinahkodai oleh Hala'ai
Deu dan Hala'ai Jangra. Setibanya di kepulauan Kei, dua perahu ini berpisah.
Perahu rombongan Jangra menepi di Desa Ler-Ohoylim, pulau Kei Besar, dan
perahu rombongan Deu berlabuh untuk pertama kalinya di Desa Letvuan, Pulau Kei
Kecil.
Kami juga punya bahasa Kei. Saya ingat sejak kecil ayah
selalu memakai bahasa ini dengan tante saya ketika mereka sedang mengobrol.
Mengenai bahasa, ini bisa dibaca lebih lanjut di wikipedia.
Sama halnya dengan ibu. Kakek saya juga asli Kei. Dan nenek
saya berasal dari kisar. Sebuah kepulauan tak kalah eksotik lainnya dengan nama
lain yaitu Yotowawa.
*baju adat Kisar
Saya sendiri tidak punya pengalaman lahiriah dengan kakek
dan nenek saya dari kedua orang tua. Karena ketika saya lahir mereka semua
sudah meninggal dunia.
Kakek dari ibu saya akhirnya menikah lagi dengan seorang
perempuan Jawa bernama asli Sutiyem, yang di kemudian hari saya kenal dengan
nama “Oma Jawa” atau biasa dipanggil juga “Ibu Jawa.”
Oma Jawa, sehari-hari masih sering berbahasa Jawa. Ketika
saya kecil, beliau masih suka berkebaya lengkap dengan jarik juga konde untuk
beraktivitas. Karena saya sering dititipkan di Oma Jawa, saya besar dengan
cerita-cerita perang yang biasanya sering beliau ceritakan.
Ketika menulis ini, saya sendiri masih penasaran ingin tahu
lebih jelas tentang “family tree” baik dari pihak keluarga ayah maupun ibu. Dan
bercita-cita suatu hari nanti saya sendiri bisa pulang ke Kei dan mengenal
lebih detail “roots” saya.
Mengenal “roots” akan menjadikan saya pohon yang kuat.
Tumbuh tanpa malu. Dan percaya bahwa akar-lah yang menopang.
saya belum pernah ke kei sih (cm srg dgr dr cerita papa mama aja) , tapi udah sering ke romang dan kisar (maklum si papa org romang).. itu pulau2nya cantik2 banget loh kak..
ReplyDeleteSaya TK dan SD klas 1 di Saumlaki.. Dilanjutkan klas 1 - 6 di Tual.. Nice place.. The beach especially.. Pantai pasir panjang, tradisi mkn dgn 'bakar batu' yg ga pnh ada di jakarta sini.. Cita2 someday pulang melihat tanah kelahiran di ternate dan pulau masa kecil di Maluku Tenggara..
ReplyDelete