weheartit
Jalan kaki adalah sebuah hal
kontemplatif bagi saya. Selain duduk di angkot atau duduk di kloset kamar
mandi. Risiko yang sering saya alami ketika jalan kaki adalah bertemu dengan
orang gila dan yang paling sering adalah disuit-suitin. Untuk alasan yang
terakhir, saya rasa mereka pasti rugi jika tidak melakukannya. Trotoar
pas-pasan yang saya pakai pun, masih layak.
Sejauh ini, saya masih cukup aman-aman saja ketika berjalan kaki di
wilayah Bandung. Dan belum berniat untuk jalan kaki dari Bandung – Jakarta,
seperti yang dilakukan oleh teman saya, seorang musisi keren. Jangan tanya,
pada akhirnya teman saya tidak bisa melanjutkan perjalanannya karena harus
berurusan dengan jasa marga.
Sekali lagi jalan kaki,
dimanapun saya melakukannya. Bagi saya itu adalah urusan kontemplatif. Tidak
hanya ke dalam tapi juga ke luar. Bukan hanya perkara pencapaian melainkan
bagaimana mencapainya. Dalam mencapai sesuatu banyak jeda, banyak kerikil,
harus menyeberang jalan beberapa kali, mengatur langkah hendak stabil atau
lebih cepat, mengatur nafas jangan sampai ngos-ngosan. Ada perhitungan. Dan
butuh kecerdasan.
Ada satu hal yang menarik
perhatian saya ketika jalan kaki yaitu zebra cross. Ia bukan hanya benda mati,
letaknya punya fungsi yang tidak biasa bagi saya. Ada kemenangan tersendiri
untuk seorang pejalan kaki ketika melewatinya. Ada kebanggaan yang terkadang
menyembul dari hati saya, keluar begitu saja ketika menemukan zebra cross.
Zebra cross adalah perpindahan.
Sekaligus tempat bertumpunya rasa bangga. Ketika melewatinya, saya selalu
merasa dagu saya sedikit terangkat. Mata ke depan. Langkah kaki akan sedikit
diperlambat. Mungkin di satu sisi menjadi perhatian itu kemewahan. Tetapi di
sisi lain, juga membiarkan orang lain tahu bahwa sedang ada pencapaian yang
terjadi walaupun pelan dan sedikit terlambat.
Suatu hari mungkin kamu akan
menemukan orang gila, yang sedang berjalan kaki. Anehnya, kamu akan melihat
bahwa orang gila itu pun akan terus berpindah tempat. Setiap perpindahan butuh
perhitungan. Setiap perhitungan butuh kecerdasan. Maka konsekuensi logis dari
kalimat ini adalah: bahkan orang gila pun punya otak dan cerdas.
Dago
349. 13 July 2011. 10:10
No comments:
Post a Comment