Ia bukan jarak.
Ia hanya
seperti kata cukup. Mengisyaratkan sesuatu hanya “sampai di sini.” Seperti
keset di depan pintu, yang merupakan tanda bahwa sebentar lagi kau akan
memasuki rumah. Seperti Bruno dan Hunter yang hanya boleh bermain di depan
pintu, tidak di bawah kasur. Seperti Handphone yang dimatikan, ketika ingin
menikmati waktu sendiri untuk membaca buku. Seperti tepi pantai dan laut lepas.
Terkadang ia seperti spasi,
seperti koma, seperti tanda tanya, atau bisa jadi adalah titik. Tergantung kau
akan sampai pada bagian yang mana. Mungkin saat ini kita sedang berada pada
sebuah batas. Terdapat garis yang kita buat untuk diri sendiri. Ada kata
“cukup” yang disodorkan ke permukaan. Batas seperti mengingatkan bahwa, ada
masa kita pernah bersama. Supaya kita tidak lupa bahwa kita pernah mencinta
tanpa “batas” itu.
Kini tak lagi sama.
Kita masih
saling melihat, tapi tak akan bersentuhan. Kita masih saling menginginkan, tapi
tak ada lagi usaha sama seperti waktu itu. Kita masih berdiri di tempat yang
sama, tapi hanya melambai dari kejauhan. Kita masih melewati tempat yang sama,
tapi hanya bau parfummu yang tercium.
Ia mungkin pemisah. Yang
menjalankan tanggungjawabnya sekaligus sebagai pelerai. Mengajarkan kita
merenung dan mengambil waktu. Ia bukan jarak, juga bukan sebagai pelarian.
Hanya sebagai satu dunia, hanya cukup, hanya sampai di sini, tidak bisa lagi,
tidak sanggup lagi, tidak mampu. Beberapa bahkan akan diiringi oleh kata
“Tidak.”
Ia adalah “antara” yang membuat
kau dan aku akan sama-sama melihat pada hitam mata kita, lalu berucap “sekian
dan terima kasih.”
Dago
349. 7 July 2011. 13:02
aku suka, kita tak pernah bisa melepas jarak, tapi setidaknya kita dapat membuat batas.
ReplyDeletesalam :)