Untuk kau yang sedang berlari di atas awan. Berlari dengan kaki-kaki mungilmu. Bersembunyi di balik gelapnya. Kau, gadis hujan. Kau yang rambutnya berponi dengan mata elang yang selalu melihatku tajam.
Kau yang halus seperti angin. Tidak terlihat tetapi selalu menusuk. Aku mencintaimu, gadis hujan. Tak usah dengarkan mereka. Mereka tidak mengerti cinta kita. Mereka itu dungu, selalu protes dengan kasih.
Bukankah, kasih selalu memberi.
Kini, gadis hujan, kau yang aku cintai diam-diam. Aku berikan cintaku padamu, kau berikan air matamu. Dan lihatlah, cinta kita tumbuh dengan subur bukan?
Ah, kau gadis hujan. Harusnya kita menikah. Aku suka pesta petang hari, di tepi pematang sawah. Di antara bulir-bulir padi. Dengan berkaki telanjang, seharusnya disitulah kita menyebutkan janji suci kita.
Setelah itu kita bulan madu. Di bawah laut yang paling biru. Kita belajar melayang di sana. Berteman dengan ubur-ubur, bercerita dan tertawa. Lalu kita terbang bersama burung-burung berbentuk V yang hendak pulang.
Hei, kita bisa pulang ke sangkar mereka. Dan bertelur di sana.
Telur kita lalu menjadi ilalang. Terbang.
No comments:
Post a Comment