“Aku kangen. Kenapa kau pergi lama sekali?”
“Maaf Non, aku bayak urusan. Lagipula aku kan juga harus mengintai seseorang di sebelah Selatan, seperti pesananmu.” Jawabnya sambil mencium bibirku perlahan.
“Lalu, bagaimana keadaannya sekarang? apa ia sudah punya pacar baru?”
“Aku mencoba menyelidikinya Non, hari ini aku sengaja membanjiri depan kamarnya, supaya aku bisa meresap masuk melalui keset di depan pintu kamarnya.”
Hujan menjelaskan dengan penuh semangat. Matanya yang besar dan bulu matanya yang letik, memandangku dengan penuh... sesuatu, rahasia.
“Lalu, informasi apa yang bisa kau sampaikan padaku?” tanyaku dengan tidak sabar.
“Umm. Tampaknya ia masih single, belum ada tanda-tanda kalau ia sudah punya pacar lagi Non.” Hujan menjawab dengan lancar, tapi tidak dengan apa yang aku rasakan di sini. Aku masih merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan.
Sore itu berakhir dalam bisu lama. Akhirnya hujan pergi lagi meninggalkanku di bangku itu. Bangku yang dulu pernah kita... ah, sudahlah aku tidak ingin mengingatnya. Terlalu manis. Tidak, terlalu pahit. Bercampur. Aku sendiri bingung.
***
“Iya barusan aku bertemu dengannya, hum tampaknya ia tidak mencium hubungan kita.”
“Good! Kau mau datang malam ini, apartemenku sepi malam ini. Ia lembur sampai malam. Kita bisa bercinta di balkon utama.”
“Ah, kau memang selalu tahu apa yang aku mau.”
Klik. Telepon terputus.
Sejak saat itu, hujan tidak pernah menemuiku lagi.
pic by Desiyanti
hujan selalu membuat saya gila. tidak ada yang lebih penting selain menikmati hujan dari jendela: bercakap dengan mereka. (@perempuansore)
No comments:
Post a Comment