Aku ini adalah gadis berpayung merah, yang berdiri di samping jalan raya. Gadis yang sama dengan baju yang tidak pernah diganti. Gadis yang sama dengan kuncir di rambutnya yang sudah mulai lusuh. Gadis yang sama dengan maskaranya yang telah luntur.
Aku ini adalah gadis berpayung merah, yang berdiri di samping jalan raya. Gadis yang sama, yang pernah kau ajak bercinta di balik jendela. Gadis yang sama yang pernah memilin rambutmu yang gondrong sebelum kau jatuh tertidur. Gadis yang sama yang selalu berbagi rokok dan cangkir kopi bersamamu.
Aku ini adalah gadis berpayung merah, ingatkah kau bertahun-tahun yang lalu kita pernah berbagi duka di dalam selimut. Aku pernah menyeka air matamu yang turun pelan. Aku pernah berbisik lembut, sehingga bisikanku membalut hatimu yang sedang luka... “aku cinta”.
Aku ini adalah gadis berpayung merah, yang pernah ada di mimpi-mimpimu. Yang selalu ada di masa depanmu. “Bagaimana kalau anak kita empat, dua laki-laki dan dua perempuan” waktu itu kau mengatakannya. “Ah tidak usah banyak-banyak, nanti repot mengurusinya” balasku. Lalu kau mencium bibirku lama.
Aku ini adalah gadis berpayung merah, yang selalu suka ketika hujan merekah, bunga-bunganya biasanya suka kita kumpulkan bersama. Kau bilang untuk menghiasi malam, kalau tak ada bintang. Dan betul saja, kita pernah menghadapi malam-malam tanpa bintang bersama. Berdua saja. Maka bunga hujan itu kita sebarkan di langit.
Begitulah kisahku.
Aku ini adalah gadis berpayung merah, berdiri di sepanjang jalan raya. Sepanjang pagi hingga pagi lagi. Sudah lama aku berdiri di sana. Menunggu. Tidak ada seorangpun yang melihatku.
hiks... suka sekali membaca ini di saat sedang melo begini.
ReplyDeleteLg baca ini nunggu dosen masuk, sendiri di pojok kelas yg cm ada bbrp org. Merinding.
ReplyDelete