Mungkin waktu itu aku berumur enam atau tujuh tahun, aku lupa persis umur berapa. Di luar sore sudah tampak remaja, udara lembab di sekitar menusuk kulitku yang telanjang.
Aku ini tidak suka kena air, kalau mau mandi harus berlama-lama dulu, buka baju, bermain air, mengobrol sendirian di kamar mandi, seakan-akan ada teman yang sedang menungguku di sana.
Kau duduk di jendela, dengan perpisahan yang menggantung di matamu. Aku tidak suka ditinggal, walaupun alasan ditinggal waktu itu adalah karena kau harus pergi bekerja. Bekerja yang membuat kau tidak bisa tinggal bersamaku. Sungguh, tidak masuk akal.
Aku hampir mandi, tapi seperti biasa aku tidak suka terburu-buru mandi. Aku telanjang dan duduk di pangkuanmu, di jendela. Jendela tua yang biasanya aku lompati setiap waktu.
Aku merasakan hangat kulitmu. Hangat kulit yang selalu membuat aku sesak di dalam. Mataku mulai berair dan biasanya aku menangis. Tak suka kencang-kencang, karena aku suka malu.
Kau bilang aku sudah mulai besar, jadi tidak boleh menangis kencang-kencang. Jadi waktu itu, aku menangis pelan-pelan saja di pundakmu.
Sekarang ini, sudah bertahun-tahun yang lalu. Jendela tua itu masih suka aku lompati setiap waktu, kamar mandi itu masih suka aku datangi setiap hari untuk bermain dan mengobrol dengan diri sendiri.
Namun sesak itu masih ada, betah sekali ia.
Jangan siram diri lu pake air dingin, The, jadinya sesek dan beku. Coba mandi air anget. Rasanya bakal lebih nyaman ... =)
ReplyDelete