Ranjang tua dengan seprai motif bunga mawar merah belum berhenti berderit. Aku kenali setiap jengkal kamar luas ini. Berapa kali seminggu, kamar ini akan menjadi saksi bau keringat dan bau sperma bercampur menjadi satu.
“Kamu suka sayang?” Wing bertanya sambil membelai lembut rambutku. Sementara aku masih terbaring puas di bawah selimut dengan tubuh telanjang.
“Ya, seperti biasa, aku suka.” Jawabku perlahan sambil menyulut rokokku dalam-dalam. Pikiranku sesekali menerawang ke rumah yang aku tinggalkan selama dua hari terakhir. Pras pasti sudah pulang, bisa saja ia mencari aku setelah ini. Aku harus bergegas pulang kalau begitu.
Ketika aku hendak turun dari tempat tidur, Wing, lelaki di sampingku, menarik tubuhku lagi perlahan. Mendekatkan aku kembali di pelukannya yang hangat itu. Kami berciuman lagi, semakin lama semakin erat. Wing, tidak mau melepaskan aku dari pelukannya.
“Aku tidak mau kamu pulang, aku mau kamu tinggal di sini.” Ia berbisik di kupingku.
“Kalau begitu, nikahi aku. Aku bisa berhenti kerja bersama Pras, dan tinggal bersamamu.”
“Aku mau Wid, nikahi kamu. Tapi sayang, aku belum bisa. Bukankah kita sudah seringkali, bicara soal ini. Ibuku sedikit keberatan kalau aku menikah bukan dengan keturunan Cina, dan aku harus menyenangkan Ibuku. Ini demi perusahaan Wid, toh kamu juga tidak pernah kekurangan.”
“Mau sampai kapan kita begini terus Wing? kamu hanya menginginkan tubuhku. Kamu tidak pernah menginginkan aku sepenuhnya. Kamu selalu menyenangkan Ibumu, sedangkan kamu sendiri tidak pernah dapat apa yang kau inginkan.”
Aku bergegas, memakai bajuku kembali. Dan buru-buru keluar dari rumah itu. Rumah besar di kompleks mewah yang biasanya aku datangi, dengan alasan mengajar privat.
***
Ranjang tua dengan seprai motif bunga mawar merah belum berhenti berderit. Aku kenali setiap jengkal kamar luas ini. Mereka sama persis, hanya di rumah yang berbeda. Aku selalu suka mawar merah. Selalu memesona walaupun berduri.
“Aku senang permainanmu tadi Pras. Bagaimana pekerjaannya di Kalimantan?”
“Ya, Lancar Wid, kamu sendiri bagaimana? Apa muridmu yang berkebutuhan khusus itu, masih suka mengurung dirinya di kamar?”
“Ya, begitulah Pras, beberapa hari ini aku intens mengunjunginya, bahkan menginap di sana. karena dia tidak mau bicara kepada siapa-siapa, hanya padaku.”
“Begitu, ya sudah. Koperku tolong di bongkar ya Wid, bawa baju beberapa saja untuk liburan beberapa hari. Aku ingin bersenang-senang denganmu dulu, sebelum Nyonya pulang. Dan kalau Nyonya pulang, jangan lupa panggil aku Pak Pras, Bapak Pras.”
ajib nih ceritanya mbak!
ReplyDeleteendingnya mantap..
:D
pengen nulis lepas, tanpa beban seperti kak theo :)
ReplyDeleteTibute to Perempuan Sore.
ReplyDeleteJust Check this Page http://looklet.com/look/7920570 .
I hope you like it ! ;)
theo..
ReplyDeletesudh lama sekali rupanya?
seorang serius yg aku kenal dulu ternyata sekarang lebih serius :)
keep up the good work.
Saya suka sekali!
ReplyDeleteTertawa terbahak-bahak di akhir cerita :D