“Yang saya naksir dari kamu
adalah you are what you are.”
Ini adalah sebuah pesan yang
saya dapat dari seorang sahabat. Ia perempuan. Kami bersahabat sejak SMA, dan
kini kami masih berteman baik, bertukar cerita dan berbagi kabar.
Jika kata sahabat saya yang
lain “Kamu itu kalau lagi marah, mukanya langsung kelihatan. Pun kalau lagi
sedih. Apalagi jatuh cinta! Kamu itu terlalu ekspresif.”
Saya begitu. Saya rasakan
segala sesuatu yang ada di dalam. Saya tidak bisa membohongi diri saya sendiri.
Saya tidak bisa membohongi perasaan saya. Bahkan ekspresi muka saya akan
menujukkan seperti apa saya.
You
are what you are, yang sahabat saya maksud di sana bukan hanya
sekedar ungkapan be yourself yang
seringkali kita dengar. Tetapi lebih kepada bagaimana kita jujur. Bagaimana kita merayakan diri kita
secara natural. Secara otomotis menerima diri kita apa adanya. Tidak perlu
bersusah payah untuk menjadi seperti orang lain.
Saya dulunya tidak menyukai rambut keriting saya. Saya meluruskannya sampai beberapa kali. Tetapi
saya berubah ketika saya melihat diri saya berbeda, bahwa rambut keriting yang
saya miliki, adalah identitas.
Saya dulunya tidak menyukai bagian dada saya yang rata, tetapi akhirnya saya bersyukur banyak bahwa dengan
ukuran dada yang tidak terlalu besar. Saya bisa bergaya dengan beha yang warna
warni dan lebih gaya. Dan harganya jauh lebih murah, tentunya.
Saya dulunya tidak menyukai ini itu
blah blah blah.
STOP.
Kalimat di atas seharusnya
diganti dengan: saya menyukai semua
tentang diri saya. Bahwa ungkapan kita menyukai diri kita adalah sebuah
pengalaman relijius, bahwa kita tidak lupa untuk selalu bersyukur.
hei dear, ternyata kita sama, berambut keriting dan berdada rata. hahaha..
ReplyDeleteDulu saya juga sempat meluruskan rambut ini karena tidak sukanya tapi saya sekarang bersyukur, tidak banyak orang yang berambut keriting di tempat daerah saya, jadi saya merasa unik. Saya juga bersyukur punya dada rata karena laki-laki tidak akan melihat saya dari dada