Kenapa disebut “jatuh cinta”
kenapa bukan “bangun cinta” atau “bangkit cinta” sebuah pertanyaan in muncul
dari seorang teman, awalnya iseng tapi ia lalu menantang saya untuk
menuliskannya.
Sekitar beberapa bulan yang
lalu, saya pernah membuat semacam polling kecil-kecilan di twitter saya, pilih
mana bilang “cinta” atau “sayang” ke pasangan. Dan banyak sekali yang menjawab
beragam. Tetapi pada akhirnya ada yang menjawab “cinta” karena lebih straight
to the point dan berani.
Oke. Di konteks ini saya setuju
dengannya.
Kembali ke kata “jatuh” pada
kata “jatuh cinta” di wikipedia menulis seperti ini:
In
romantic relationships, falling in love is mainly a Western concept of moving
from a feeling of neutrality towards a person to one of love. The use of the
term "fall" implies that the process is in some way inevitable,
uncontrollable, risky, irreversible, and that it puts the lover in a state of
vulnerability, in the same way the word "fall" is used in the phrase
"to fall ill" or "to fall into a trap". The term is
generally used to describe an (eventual) love that is strong.
Maka terjemahan bebasnya
adalah: “jatuh cinta” adalah sebuah konsep yang mengubah perasaan netral
seseorang kepada seseorang lainnya karena cinta. Kata “jatuh” sendiri menyiratkan
sebuah proses yang tidak terelakkan, tidak dapat dikontrol, beresiko, dan
ireversibel. Dalam hal ini kita bisa menempatkan kekasih kita dalam keadaan
rentan. “jatuh cinta” juga sama dengan “jatuh sakit” atau “jatuh dalam
perangkap”. Istilah “jatuh cinta” juga sering sekali digunakan untuk
mengungkapkan perasaan yang kuat terhadap seseorang.
Kesimpulan saya: kata “jatuh”
biasanya terjadi kepada sesuatu/seseorang yang kehilangan keseimbangan atau
tidak punya pertahanan yang kuat. Sayang sekali kita tidak bisa mengontrol
perasaan ini. Sehingga kita selalu “jatuh”.
Begitupun dengan saya, saya
akan “jatuh cinta” ketika tidak punya pertahanan yang kuat. Kekasih yang saya
jatuhi pun tidak punya pertahanan ini. Sebaliknya ketika kekasih saya “jatuh
cinta” terhadap saya. Ia pun tidak punya pertahanan yang kuat.
Anggap saja kekasih saya adalah
hujan. Ketika hujan “jatuh” ia tidak punya pertahanan yang kuat. Tapi ia
percaya bahwa bumi dan tanah akan menerimanya. “jatuh cinta” mengandung resiko:
diterima atau tidak diterima. Kalau tidak diterima ada kemungkinan kita mengalami
“luka cinta” karena kata “jatuh” resikonya adalah “luka.”
Anak kecil yang sedang belajar berjalan pun sering “jatuh” ketika
merangkak, lalu berjalan. Tetapi mereka menyenanginya. Karena ketika ia tidak “jatuh”
sampai kapanpun ia tidak akan belajar berjalan.
Sampai di titik ini, kesimpulan
saya—bukan akhir dari segala sesuatu:
Ketika “jatuh” sudah resiko
kamu akan terluka. Tetapi tanpa “jatuh” dan menjadi “luka” sampai kapanpun kamu
tidak akan pernah belajar sesuatu.
Tidak ada yang lebih
menyenangkan ketika kita “falling into love” atau “jatuh cinta” saya akan
memilih untuk “jatuh” kepada “cinta” ketimbang “jatuh” kepada “obat-obat
terlarang” atau pun “minuman keras” walaupun saya suka bir.
“jatuh cinta” yang menyebabkan “luka
cinta” tidak akan membat hidupmu berakhir atau mati. Itu hanya fase hidup. Kita
namakan saja fase belajar.
Setelah “jatuh” “luka” yang
perlu kamu lakukan adalah belajar membalut luka itu sendiri atau dengan bantuan
orang lain.
Terakhir, berani untuk “jatuh
cinta” sebanyak mungkin.
Jangan terlalu percaya
kata-kata saya. Percayalah kata hatimu sendiri.
*posting ini buat Joshua Nafi, terima kasih untuk temanya.
kenapa 'jatuh cinta'?
ReplyDeletekarena terjadi karena faktor tidak sengaja :)
Haha, acceptable point!
ReplyDeleteIni seperti definisi yang komplet dari seorang profesor cinta :D
ReplyDeletepostingan in adalah deskripsi yang apik mengenai definisai "Falling In LOve" :)
ReplyDeleteI Like it....