foto oleh siska yuanita
Tempat Paling Liar Di
Muka Bumi adalah buku puisi cinta yang berbeda dengan kumpulan puisi cinta
lainnya. Tempat Paling Liar Di Muka Bumi bukan kumpulan puisi-puisi cinta saja,
tetapi kumpulan puisi-puisi cinta dari dua orang yang saling jatuh cinta.
Katakanlah bahwa puisi-puisi di dalam buku ini adalah buah percintaan,
sebagaimana menulis puisi bersama bagi kami adalah cara bercinta yang lain.
“Cinta adalah penyair”, demikian Plato,
dan kami adalah satu dari miliaran puisi yang dituliskannya. Singkatnya, kami
bertemu dan melayang sayang. Seperti ada yang menarik aku kepadanya dan ia
kepadaku. Kami menduga itu gairah dan cinta. Kami ingin bersama di sini,
sekarang juga. Tetapi kami pun menghendaki jalan paling panjang, ketika pada
satu malam, perpisahan tiba-tiba saja meredupkan gairah, namun menyalakan cinta.
Cinta dan gairah banyak
kali dianggap sebab merosotnya produktivitas. Kekasih-kekasih yang mengerjakan
cinta, apalagi mereka yang beda pulau dan benua, membuang lebih banyak waktu
untuk bersama telepon genggam, melamun, tidak fokus, dan kurang produktif.
Kumpulan puisi ini adalah bagian lain yang produktif dari cinta dan gairah yang
membangunkan kekuatan kreatif.
Ketika berjarak jutaan
mil satu dengan yang lain, kami menulis puisi-puisi di dalam buku ini. Kami
namakan ‘cara-cara bercinta yang lain.’
Rindu mengajarkan kami bagaimana menemukan cara untuk berada bersama, menyatu,
di dalam ruang yang lain: imaji. Kami menulis puisi-puisi itu bersama-sama,
berbalasan, satu demi satu, lewat layanan pesan singkat (SMS) dan beberapa bulan kemudian melalui whatsapp.
Sekalipun berjarak,
paling tidak kami bisa berada bersama di dalam puisi. Bercinta tidak harus
disempitkan menjadi semata badani. Tetapi, sebagaimana luasnya, bercinta juga
berarti melebur di sana dua perasaan, dua pikiran, dan dua manusia bersama dua
dunia mereka yang sangat pribadi.
Berbalas baris, kadang bait, adalah pengalaman menulis puisi yang
menghadirkan rasa baru. Sebuah pengalaman yang tak sesal dialami, bila
kawan-kawan ingin mencecap rupa-rupa sensasinya; kadang haru, kadang lumayan
rusuh. Sesekali itu begitu menggairahkan sehingga kami harus menurutinya sampai
larut dalam malam dan rindu yang menghebat. Tetapi, kadang butuh kesabaran
untuk menunggu pesan pendek
yang berisi bait-bait puisi itu terbalaskan.
Tempat Paling Liar Di Muka Bumi
adalah kumpulan puisi yang berdialog satu dengan yang lain. Setiap puisi di dalam buku ini tidak pernah utuh
pada dirinya sendiri. Mereka berpasangan-pasangan, seperti kau dan kekasihmu.
Satu bait berbalas bait lainya, satu puisi dijawab dengan puisi berikutnya, tak
ubahnya cintamu yang berbalas cinta kekasihmu. Semua puisi di dalam buku ini
beralamat. Dari aku kepada kekasihku pun sebaliknya.
“Aku ingin menjadi tenang
dan mencintaimu tanpa banyak kekhawatiran.”
Berada dalam bentangan jarak dengan sesering mungkin berjumpa dalam
puisi, kami akhirnya bertemu di Ambon tahun lalu. Dalam beberepa pertemuan
berikutnya, ide untuk membukukan puisi-puisi itu disambut baik oleh Gramedia
Pustaka Utama. Dapat dibayangkan bahwa buku ini adalah pesan-pesan singkat
yang tersusun rapi, sebuah percakapan puitis paling panjang yang pernah
dibukukan.
“Aku ingin bercinta
denganmu dan melahirkan banyak puisi.”
Kalimat itu bukan puisi, tetapi ungkapan paling sederhana tentang
bagaimana Tempat Paling Liar Di Muka Bumi menjadi ada dan bisa didatangi. Pada
29 September 2016 nanti, Kawan-kawan boleh datang ke setiap halamannya dan
menemukan sendiri cinta dan keindahan
yang tersembunyi, pisah dan gelisah yang rahasia, dan satu ciuman yang membunuh
jarak.
Semoga buku puisi ini menjadi titik api kecil bagi gerilya sastra
dan sibu-sibu bagi
pelayaran-pelayaran rindu di bumi kita yang biru dan menghanyutkan.
Salam sayang dari Tempat
Paling Liar Di Muka Bumi,
Theoresia Rumthe & Weslly Johannes
No comments:
Post a Comment