Namanya Morrie. Ia bukan Kakek
saya. Tapi saya suka kepadanya. Saya suka caranya bercerita. Saya suka
memperhatikan ketika Morrie sedang bercerita tentang hal-hal yang menyangkut
tentang hidup.
Kita bertemu setiap hari
Selasa. Dan setiap hari Selasa itupun Morrie selalu bercerta tentang hal-hal
yang mungkin tidak bisa saya temukan dari orang lain.
Satu ketika Morrie pernah
bercerita kepada saya tentang kematian, ia mengatakan bahwa “begitu kita ingin
tahu bagaimana kita akan mati, itu sama dengan belajar tentang bagaimana kita
harus mati.”
Kalimat-kalimat ini sangat
dalam. Kita tidak pernah tahu kapan kita mati. Tetapi menjalani saat-saat hidup
saya yang sekarang. Ada baiknya untuk saya lebih berhati-hati dengan
pilihan-pilihan saya untuk terus hidup.
Morrie juga bercerita tentang
nilai. Bagaimana di dalam hidup kita harus punya nilai-nilai. Nilai-nilai ini
harus kita bentuk sendiri. Bukan karena dibentuk oleh orang lain atau lingkungan
sekitar kita.
Dan saya setuju. Sulit sekali
untuk hidup di jaman sekarang dan tidak memiliki nilai yang kita yakini lalu
menjalaninya. Karena jaman tidak akan memberikan sebuah nilai yang baik. Sayalah
yang harus membentuknya.
Pada hari saya berteu lagi
dengan Morrie, ia bercerita tentang keluarga. Ia mengatakan bahwa keluarga
adalah sebuah landasan yang kokoh. Bayangkan kalau ia tidak punya keluarga,
bagaimana ia menanggung semua yang ia rasakan pada saat ini.
Saya sendiri memperhatikan
bagaimana Morrie berinteraksi dengan kedua anak laki-lakinya. Rob dan Jon.
Morrie tidak pernah segan-segan untuk menyatakan bahwa ia sangat menyayangi
mereka. Dan ia menunjukannya.
“Pengalaman punya anak itu
tidak ada bandingannya. Dan itu tidak bisa digantikan oleh apapun. Walaupun
saya harus dibayar mahal untuk itu.” Ujar Morrie.
Saya setuju. Saya belum punya
anak. Saya sedang berpikir untuk menikah. Dan Morrie mengajarkan pengalaman
tentang anak yang sangat luar biasa kepada saya. Mungkin suatu saat nanti
ketika saya punya anak, paing tidak saya sedikit belajar untuk tidak
segan-segan menunjukkan rasa sayang kepada mereka.
Begitupun dengan pernikahan,
Morrie mengatakan kalimat-kalimat yang bagus sekali:
There
are a few rules I know to be true about love and marriage: If you don't respect
the other person, you're gonna have a lot of trouble. If you don't know how to
compromise, you're gonna have a lot of trouble. If you can't talk openly about
what goes on between you, you're gonna have a lot of trouble. And if you don't
have a common set of values in life, you're gonna have a lot of trouble. Your
values must be alike.
Oh Morrie yang baik. Saya bisa
melihat kerut-kerut di wajahnya. Gerakan tangannya yang sudah semakin lemah.
Dan kakinya yang sudah semakin kurus. Ia selalu suka duduk di dekat jendela.
Dan melihat ke arah luar, dengan pemandangan kembang sepatu yang ada pada
potnya.
Ia sangat menghayati
pemandangan itu. Pemandangan sederhana. Yang membuat saya masuk ke dalam
berbagai pengalaman-pengalaman yang sangat dala tentang kehidupan.
Morrie akhirnya meninggal. Dan
dimakamkan tepat pada hari Selasa.
Morrie bukan Kakek saya. Tapi saya cuma mau bilang: Terima kasih Morrie untuk mengajarkan
saya banyak hal tentang hidup.
aku juga pernah baca buku ini kak theo. yang paling mengena adalah ketika Morrie mengajarkan untuk mematikan rasa adalah dengan membiarkan diri kita tetap merasa. :)
ReplyDelete