Dalam perjalanan saya selalu
memikirkan sesuatu yang random. Hubungan-hubungan yang telah lalu. Wajah
kekasih yang kemarin, yang telah pergi meninggalkanku. Lalu bau tubuhnya. Legit
bibirnya. Dan kenangan.
Dan katanya ketika hujan turun
selalu membawa banyak memori berhamburan di kepala. Memori-memori itu lalu
mengepul-ngepul seperti hangatnya kopi yang baru saja disajikan. Mereka
tiba-tiba muncul seperti baru.
Seperti baru kemarin kamu
mengalaminya. Tetapi mereka datang begitu saja berhamburan di kepalamu. Mungkin
tepat ketika banyak orang mengatakan bahwa ketika hujan, itu akan menjadikan
kita lebih melankoli daripada biasanya.
Ya, ini soal kekasih.
Berulang-ulang kali saya selalu diingatkan oleh Ibu, bahwa hati-hati memilih
kekasih. Hati-hati ketika jatuh hati. Karena ini bukan persoalan yang
sederhana. Bahwa seringkali cinta selalu mengubah manusia menjadi seseorang
yang tidak menyenangkan. Dan hal ini memang benar adanya ketika, urusan hati
yang tidak benar itu akan membuat kita juga akan rungsing di luar.
Lalu suatu ketika aku bertanya
kepada Ibu. Apa Ibu juga pernah rungsing soal cinta. Iya katanya. Waktu itu Ibu
punya pacar dua. Tetapi yang satu terlambat untuk melamarnya. Jadinya Ibu
menikah dengan Ayah. Kalau waktu itu Ibu menikah dengan “Om Siapa Itu Namanya”
mungkin sekarang ini tidak ada kamu.
Jadi sebenarnya persoalan dulu
itu sederhana saja. Hanya soal siapa cepat dan dia yang dapat. Begitu pikir
saya. Sedangkan sekarang lebih sulit. Bukan masalah siapa cepat. Tetapi siapa
yang bisa meyakinkan.
Laki-laki yang punya keyakinan
akan dirinya akan mampu meyakinkan orang lain. Akan mampu meyakinkan kekasihnya
untuk hidup bersamanya. Sayang sekali laki-laki yang seperti itu jarang
ditemukan di jaman digital sekarang.
Saat ini yang saya perhatikan
adalah banyak laki-laki yang penakut. Mereka tidak percaya sama diri mereka
sendiri dan itu yang membuat mereka sulit percaya kepada orang lain. Bisa
seperti itu atau bisa juga itu semua karena saya selalu punya ekspektasi yang
terlalu tinggi teradap orang lain.
Kembali ke hujan. Mungkin
hal-hal dan pemikiran seperti ini datang hanya ketika hari sedang hujan.
Membua saya kepada melankoli yang terlalu berlebihan. Nah, bisa jadi saya juga
dipermainkan oleh hujan.
Hujan yang kurang ajar! Yang
buat saya rindu legit bibirmu.
sayah juga rindu nunu.. *loh kok curcol :p
ReplyDelete-dev-
Betapa hujan memiliki kenangan dalam tiap rintiknya.
ReplyDelete"bukan masalah siapa cepat, tetapi siapa yang bisa meyakinkan.."
ReplyDeleteI DO LOVE THIS PART, KAK THEJOW :*
kereennn.. hujan itu emang punya jiwa kalo kata akuuuu, bukan cuman peristiwa alam... :)
ReplyDeleteTapi hujan juga yang menyamankan hati.. ^^
ReplyDeleteTerima kasih hujan. Sudah mewakilkan air mata orang-orang yang patah hati =') sukak postingannya kak.
ReplyDelete