Satu kata tentang ayah. Kiblat.
Inspirasi terbesar saya adalah
ayah. Tak ada ayah yang sempurna di muka bumi ini. Tapi apa yang saya lakukan.
Tapi seperti apa saya sekarang adalah dikarenakan saya dibesarkan oleh seorang
ayah yang keren.
Dibesarkan oleh ayah dan ibu
yang adalah seorang pendeta. Ayah pernah ditempatkan di sebuah kepulauan di
daerah Maluku Tenggara, namanya adalah Pulau Larat. Dan itu juga yang merupakan
asal mula nama tengah saya, Laratwaty.
Dibesarkan oleh ayah ibu yang
adalah seorang pendeta. Membuat saya sangat familiar dengan bunyi mesin tik
setiap sabtu malam. Itu adalah saat dimana biasanya ayah mengetik catatan
khotbah dan ibu membaca. Begitupun sebaliknya ayah menulis catatan khotbah dan
ayah membaca. Bahkan ayah pernah menjabat sebagai penulis renungan jemaat yang
dikerjakannya selama bertahun-tahun.
Ketika di rumah, ayah selalu
menekankan akan pentingnya membaca. Saya yakin inilah akar sebenarnya kenapa
saya jatuh cinta dengan menulis. Di rumah dulu kami punya semacam perpustakaan
kecil. Dengan buku-buku yang sangat beragam. Koleksi buku ayah dan ibu akan banyak
sekali. Tetapi sebagain besar tidak terselamatkan ketika kerusahan Ambon.
Satu hal yang bikin saya salut
adalah ayah tidak pernah absen membaca. Ketika duduk di sore hari. Ketika
sedang bepergian. Ketika ada waktu selang apapun ia akan membaca. Lalu tulisan
ayah pun penuh dengan filosofi. Saya selalu memperhatikan ayah ketika
berkhotbah ada gesture yang khas. Dan saya percaya bahwa gesture tersebut
menurun kepada saya.
“Doakan saya bisa jadi penulis
terkenal.”
Sebuah pesan singkat yang saya
kirim kemarin siang.
Dibalas dengan sebuah telepon.
“Kita di sini berdoa dari
utara, timur, barat, selatan. Tiap pagi kita berdoa buat nona selalu.”
Begitu kata ayah di telepon
kemarin siang.
Ayah
kiblat. Ketika ia beri saya restu, saya aman.
love.
Ngiriiiiii...!!! I do miss my bapak =,(
ReplyDeleteSukses The...