Lahir
dan besar dengan memiliki dua kakak perempuan membuat saya mendapatkan banyak
kesempatan untuk berinteraksi dan memahami bagaimana caranya tumbuh menjadi perempuan. Saya
merasa dua kakak perempuan saya hebat. Mereka punya caranya masing-masing untuk
hidup dan melakukannya penuh-penuh sebagai perempuan.
Saya
lalu berpikir bahwa menjadi perempuan itu tidak gampang. Belum lagi menghadapi
tuntutan-tuntutan di sekitar. Bahwa menjadi perempuan itu harus begini atau
begitu. Belum lagi perempuan harus berhadapan dengan memenuhi
keinginan-keinginan dari orang lain terhadapnya.
Ketika
mengelola www.moluccaproject.com, satu laman dengan visi memberitakan kabar
baik dari Maluku, tanah kelahiran saya. Dengan visi tersebut saya berharap
menemukan banyak perempuan yang dapat saya wawancarai untuk berbagi inspirasi.
Tapi ternyata usaha saya tidak membuahkan hasil yang banyak. Hingga saat ini, saya belum menemukan banyak perempuan visioner yang dapat saya wawancarai.
Saya punya harapan
bahwa kelak, perempuan lebih banyak percaya kepada diri mereka sendiri, percaya
bahwa mereka dapat mencipta, perempuan yang percaya bahwa talenta yang ada di
dalam diri mereka itu jauh lebih mulia dari pada apapun. Dan
perempuan-perempuan seperti itulah yang dapat saya tayangkan profilnya untuk
Molucca Project karena mereka adalah kabar baik.
Melalui
beberapa bincang ringan dengan beberapa kawan perempuan di Ambon, mereka juga
ternyata kesulitan untuk merekomendasikan tipe perempuan yang saya inginkan.
Saya lalu sampai kepada kesimpulan sementara di kepala saya sendiri, bahwa
perempuan-perempuan masih banyak yang terkungkung. Mereka masih belum berani
untuk berekspresi.
Tidak
bermasud untuk membandingkan, tetapi lain halnya dengan Bandung, kota dimana
saya tumbuh kurang lebih duabelas tahun terakhir ini. Profesi
perempuan-perempuan muda di kota ini sudah semakin berubah. Kebanyakan
kawan-kawan saya di usia yang masih sangat muda telah berpikir untuk
menjalankan usaha mereka sendiri. Ada juga yang memutuskan untuk menjadi
penyanyi dan mulai mengerjakan albumnya. Ada yang bertahan dengan menjadi
ilustrator dengan bayaran yang lumayan. Ada yang menjadi fotografer. Ada yang
buka kelas menulisnya sendiri. Ada yang memiliki restauran. Ada yang memiliki
usaha clothing line. Ada yang mengelola toko buku. Dan semua profesi yang saya
sebutkan ini adalah profesi-profesi yang punya satu benang merah, yaitu mereka mencipta sesuatu.
Enterpreneurship
adalah istilah yang tepat untuk mengkategorikannya. Tapi saya tidak akan
membahas soal enterpreneurship. Saya menitikberatkan kepada semangat mengelola
diri secara otentik. Hal itulah yang membawa perempuan-perempuan
untuk tidak lagi bergantung kepada orang lain, melainkan lebih percaya kepada
diri mereka sendiri.
Kembali
ke kota Ambon dan soal ekspresi untuk mencipta. Saya pikir kebanyakan perempuan
di kota ini harus banyak agresif dan berani mengekspresikan talenta
yang ada di dalam diri kita masing-masing. Bahwa definisi pekerjaan, sudah
bukan itu-itu saja. Pun harus digarisbawahi, bukan berarti juga yang bekerja kantoran atau bekerja
kepada orang lain itu salah dan kehilangan otentisitas.
Saya
kembali kepada ingatan ketika saya masih duduk di bangku sekolah menengah umum.
Dua kakak perempuan saya sudah lebih dulu menjadi alumni di sana. Saya sebagai
yang bungsu, baru masuk beberapa tahun kemudian. Saya ingat ketika ada guru
mata pelajaran tertentu bilang begini kepada saya, "Kok, kamu tidak mirip
sih dengan kakak kamu?" mirip yang ia maksudkan di situ adalah dalam
konteks "brilian" di kelas seperti kakak saya. Saya hanya tertawa,
dan bilang pelan-pelan di dalam hati, jelas saya berbeda dengan kakak saya.
Lagipula apa untungnya mirip dengan orang lain.
Setiap
orang berbeda. Anehnya kita masih saja suka dibandingkan. Setiap orang punya
ketertarikan yang berbeda. Setiap orang dilahirkan dengan talenta yang berbeda.
Dan setiap orang hanya dapat menjadi dirinya sendiri. Karena itulah
keahliannya. Yang lebih menyedihkan lagi adalah membandingkan diri kita dengan
orang lain.
jill scott via google.
Jill
Scott, penulis puisi dan penyanyi gospel, pernah ditanya oleh seorang reporter
ketika ia hendak naik ke panggung setelah penampilan dari Erykah Badu. Reporter
itu bertanya begini, "Jill, are you nervous to go on stage after
Erykah?" pertanyaan itu langsung ditanggapinya, "Ha Ha Ha Ha, have
you ever see me before? We all have our own thing. That's the magic. That
everybody comes with their own sense of strength and their own queendom. Mine
can never compare to hers. And hers can never compare to mine."
Jawaban
yang bagi saya memukau. Ada kekuatan perempuan di sana. Pertanyaan selanjutnya
adalah jika kita masih terus sibuk untuk membandingkan diri kita dengan orang
lain, kapankah kita punya waktu untuk melihat talenta yang ada di dalam kita?
So
girls, everyone of us has our own queendom, stop comparing yourself with
others!
No comments:
Post a Comment