Bandung, 2 Oktober 2016 – Sejak jam dua belas, bulir-bulir hujan menciumi kota kembang. Tetapi seperti takdirnya, hujan tak bisa menghentikan cinta; lalu lalang kendaraan di jalanan, orang-orang masih saja bekerja untuk hidup yang dicintai: orang tua kepada anak, anak kepada orang tua, orang-orang muda kepada kecintaannya. Bandung tak sunyi, walau hujan ramai sekali.
Jam dua siang,
hujan baru reda. Saya dan Weslly bergerak meninggalkan tempat nongkrong kami, Senemu Coffee, menuju Daily Routine Coffee untuk mempersiapkan
peluncuran, “Tempat Paling Liar Di Muka Bumi.” Kami tiba di halaman rumah Zaky
Yamani dan Reita Ariyanti yang luas dan asri. Beberapa meja mulai diletakkan dan
kursi-kursi mengelilinginya.
Tiga minggu
sebelumnya, Aki dan Ucok sudah menyetujui perayaan “Selamat Datang di Tempat
Paling Liar Di Muka Bumi” dilakukan di Daily
Routine Coffee. Kami beruntung sekali masih dipertemukan dengan kawan-kawan
seperti di Daily Routine Coffee yang
menyediakan tempat sebagus itu dengan cuma-cuma. Mayang, Ella, Vae, dan Christopher sigap
menata ruang semi-outdoor itu dengan
hati senang. Sungguh energi baik yang begitu hangat.
bersama siska yuanita dari gramedia pustaka utama
rudi fofid dari ambon turut hadir membacakan puisinya
Pesta “Selamat
Datang di Tempat Paling Liar Di Muka Bumi” dimulai begitu semua orang yang kami
nanti-nantikan tiba di Daily Routine
Coffee. Kami senang sekali, Siska Yuanita - editor buku ini - datang dari
Jakarta dan ditemani Shasya Pashatama untuk bersama merayakan peluncuran buku kami.
Rasa senang itu bertambah karena Rudi Fofid, jurnalis senior dan penyair asal
Maluku, pun mengejutkan kami dengan kehadiran dan puisinya yang ditulis
seketika untuk dibacakan pada saat itu juga.
Waktu Hujan
Sore-sore adalah lagu yang tepat. Grace Sahertian, Ariella Sahertian, Eka Karya
Safsafubun, Delfiani Tomasoa, dan Bunga Asmara hadir dan menyanyikannya
beramai-ramai persis ketika rerintik hujan berjatuhan dari langit Bandung
sore-sore itu. Sore yang hujan, tetapi manis. Kawan-kawan yang berjauhan mulai
duduk berdekatan dan puisi-puisi mulai dibacakan pun dilagukan.
the ramai-ramai vocals menyanyikan lagu-lagu ambon
Amenkcoy membacakan
dua puisi dari buku Tempat Paling Liar Di Muka Bumi secara berturut-turut.
Dengan gayanya, Amenkcoy membuat kami semua hanyut dalam bait-bait yang dibaca
sekaligus di’tari’kannya. Hangat dan ceria. Kami dibuat tertawa dan tertegun – dan
tertawa lagi. Banyak tawa bercampur.
amenkcoy yang gemas sekali petang itu!
Di sekeliling
kami ada banyak wajah yang akrab dan tersenyum. Aumdayu, Elan Budikusumah, dan
Fierza telah menemani kami beberapa hari ini – dan belum lelah untuk
duduk-duduk mendengarkan kami bercerita dan membacakan puisi-puisi. Maradilla dan Lukman Gunawan bersama
Ragasastra, anak mereka; Boit dan Mas Tri bersama Tiana, putri mereka; begitu
juga Aidan bersama ayah-bundanya Nico dan Jia, membuat perayaan ini terasa
lebih hangat, manis, dan penuh warna, seperti satu keluarga besar yang berkumpul
merayakan cinta. Anais, Tiana, Aidan, dan Ragasastra adalah kalimat paling
gamblang tentang cinta sejati yang masih ada, terus ada, dan akan terus dirayakan:
kehidupan.
sarita 'Teman Sebangku' & aumdayu 'Tetangga Pak Gesang' yang turut menyumbangkan suara merdunya
Cinta memang
sebuah perayaan sepanjang abad. Puisi-puisi di buku Tempat Paling Liar Di Muka
Bumi adalah perayaan cinta yang warna-warni – termasuk hitam dan putih. Dua
puluh lima foto yang kami pilih untuk dipamerkan saat itu mewakili beragam
warna kehidupan yang di dalamnya kami dapati cinta bicara melalui banyak cara.
Foto-foto itu bagai monumen, kami semua berkumpul di sekitarnya untuk mengingat
kembali bahwa cinta masih ada dan berkekuatan.
tiana mungil yang digendong delfiani 'debol' tomasoa ikut hadir di panggung dengan ceria
“Puisi sementara
jadi ‘trend’”, kata Siska Yuanita,
ketika ditanya tentang keberaniannya menerbitkan buku-buku puisi. Tentu ‘trend’ yang dimaksud editor senior ini
bukan gaya-gayaan, tetapi sebuah kekuatan dan peluang. Anissa Yona tiba-tiba
menjadi MC bagi penyerahan mockup Tempat
Paling Liar di Muka Bumi yang menandai peluncuran
buku kami, sebab
sejak awal, perayaan “Selamat Datang di Tempat Paling Liar Di Muka Bumi”
dipandu oleh saya dan Weslly. “Swadaya
sekali”, kata Sundea Salamatahari.
andi gunawan alias ndigun yang membaca salah satu puisi kami
Perayaan ini seperti
gerimis. Santai dan jatuh begitu saja. Andi Gunawan juga ditodong begitu saja.
Ia membaca satu puisi yang dipilihnya secara acak. Demikian pula Sarita ‘Teman
Sebangku’ dan Aumdayu ‘Tetangga Pak Gesang’ yang tiba-tiba diminta untuk
berduet menghangatkan suasana. Andre Paais, beatboxer
keren yang sejak awal menemani nyanyian “The Ramai-ramai Vocals”, tampil lagi dan mempersembahkan aksi
solonya yang mengagumkan. Lagu ‘Rame-rame’ didendangkan sedemikian rupa
sehingga semua yang hadir terpesona. Dan tiba-tiba saja Andre berduet dengan
Elan Budikusumah yang tidak hanya jago memotret, tetapi juga hebat beatbox. Mengejutkan dan asyik!
andre harry yang memulai aksi beatbox-nya
Cicilia Dewi
Sartika, Kuke Harjono, dan Mega Anggraeni, Nindya Lubis, Desiyanti Wirabrata,
Adjo, dan Vincent Rumahloine, Gayinta, Naomi Yunita, dan Nona Reda, Herlin Venny Johannes dan
kawan-kawan, juga Sammaria Simanjuntak dan kawan-kawan bukanlah nama-nama yang
asing di telinga kami. Setiap kawan-kawan yang hadir adalah sahabat dan kerabat
dekat. Selama tinggal di Bandung, biasanya banyak bersinggungan dengan mereka
lewat pekerjaan maupun sekedar teman bertukar cerita. Bahkan ada juga teman
makan siang. Tetapi karena itulah hubungan kami malah semakin akrab.
Semua yang hadir
pada sore hingga malam itu adalah pribadi-pribadi yang merasa bahagia atau
penasaran dengan lahirnya buku ini. Kedatangan, kedekatan, dan kehangatan sejak
sore hingga malam tercipta karena dua hal: cinta dan puisi. Dan saat-saat
hangat itu diabadikan oleh Nasrul Akbar dan Ruri Fitriyani dengan manis. Kami
sangat senang mendapat kiriman foto dari mereka berdua.
Dan cinta memang
dua hal: mencintai dan dicintai. Merayakan sebentuk kemenangan dan kekalahan
dengan manis – kau dan aku ditaklukkan oleh kekuatan kita sendiri: cinta.
Mencintai dan dicintai bukan urusan remeh-temeh. Bila perang paling besar
adalah melawan diri sendiri, maka mencintai dan dicintai adalah kekuatan dan
keberanian paling besar.
Terima kasih
untuk semua sahabat dan kerabat di Bandung; Windy Pramudya, Adi Marsiella,
Jessis, Refa Rabbit, Akbar 'Babay', Ratu Adelin, Indra Adji dan 95.6 B-Radio,
Yafi Alawy dan
RASE FM,
Gramedia Pustaka Utama Bandung, Bung Dino Pattinama, Mas Ugi dan Sapta Senemu
Coffee, Mbak Tarlen dan Tobucil, Mas Budi, Cik Rani, dan kesayangan: Aidagati,
juga fotografer favorit, Lukman Hakim. Semoga diberkati dengan cinta yang
mengajari setiap kalian tertawa, menangis tanpa sesal, dan tertawa lagi.
Selamat merayakan cinta!
Salam paling
sayang dari Tempat Paling Liar Di Muka Bumi, Theoresia Rumthe & Weslly
Johannes
(*foto oleh Ruri Fitriyanti)
No comments:
Post a Comment