Saumlaki, Juli 2015
Aku
mengingat kamu di bulan ini setahun yang kemarin, kita bertemu.
Kamu
tidak spektakuler. Kamu datang di hari itu, sederhana, begitu tenang, dengan sepatu kulit
berwarna coklat. Aku memang tidak katakan sebelumnya bahwa, lelaki dengan
selera sepatu yang bagus itu kesukaanku. Kita lalu berbicara setelah pertemuan
itu. Setelah sepatu, hal kedua yang aku perhatikan darimu adalah matamu. Matamu
tidak pernah memandang aku ketika berbicara. Kamu begitu pemalu ketika pertama
kali berjumpa.
Kamu
seperti magnet ketika bercerita. Menceritakan hal-hal yang membuat matamu berbinar-binar
atau sedih. Kayeli, rumah, Mama, puisi, orang muda, hutan Yamdena, dan Maluku
adalah sebagian besar cerita-ceritamu yang aku simpan baik-baik. Aku sempat
mewawancarai kamu untuk kepentingan tulisanku, dan sepanjang perjalanan pulang
dari Saumlaki ke Ambon pada saat itu aku mendengarkannya diam-diam. Jika
sedang rindu, aku suka membacanya. Hal lain yang sering aku lakukan adalah sering
memutar video kita ketika melihat matahari terbenam. Sayang sekali video itu
lenyap bersama hape-ku yang rusak.
Perjalanan
pulang dari jembatan kayu itu adalah kali pertama aku berani memelukmu dari
belakang. Dengan banyak sekali bintang-bintang di atas kepala. Dan di malam itu
pada punggung yang kokoh dan bintang-bintang di atas kepala: aku tahu aku
jatuh cinta.
Cinta
datang begitu tenang.
***
Ambon, Agustus 2015
Setelah
di Ambon segala sesuatu harus berjalan sebagaimana biasanya. Telepon dan saling
mengirimkan pesan pendek tidak berhenti. Saling membacakan puisi di telepon dan
berbagi cerita keseharian adalah kesukaan. Kemudian lahirlah sebuah ide gila
untuk saling mengirimkan puisi melalui pesan pendek.
“Ayo bikin jurnal puisi. Asal tidak saling menjebak!”
“Jika ini adalah menjebak pun tidak apa-apa.
Nekat.”
“Oh Tuhan jauhkanlah kami dari
pencobaan-pencobaan.”
Cinta
tidak saling menjebak. Aku ingat setelah selesai saling mengirimkan pesan-pesan
pendek. Kami bergantian saling mengirimkan puisi. Sekali lagi cinta tidak
saling menjebak. Cinta mempertemukan. Aku dan kamu saling menemukan.
Perjalanan
setelahnya adalah perjalanan puisi. Aku dan kamu lalu roboh kepada kata-kata.
Cinta yang membuat kita takluk kepada senjata yang paling tajam: kata. Persetan
orang mau bilang apa! Tetapi pencobaan-pencobaan memang nikmat.
Karena yang berdosa adalah
ketika jatuh cinta dan tidak menikmatinya.
***
Bandung,
Agustus 2015 hingga Januari 2016
Ada
orang yang datang ke dalam hatimu dan mengambil hatimu lalu pergi begitu saja.
Mereka hanya singgah. Tetapi ada orang-orang yang bukan hanya singgah, mereka
membangun rumah dan tinggal. Mereka tidak akan berubah menjadi kenangan.
(25
Agustus, Catatan Harian)
Di
dalam kasih tidak ada ketakutan. Apalah arti mencintai jika ada
ketakutan-ketakutan.
(11
September, Catatan Harian)
Dear,
Theoresia
Kamu
adalah perempuan yang berbahagia.
(16
Oktober, Ketika Ulang Tahun, Catatan Harian)
Maka
tugas Tuhan adalah berikan saya keyakinan.
(26
Oktober, Catatan Harian)
Jangan marah sama cinta. Bahwa jatuh cinta
adalah merdeka.
(7
Desember, Catatan Harian)
Di
dalam segala ketidakmungkinan, jadilah tenang. Di dalam segala kesedihan
jadilah tenang. Di dalam segala ketidakpastian jadilah tenang. Di dalam segala
keraguan jadilah tenang.
(1
Januari, Catatan Harian)
Lelaki
Bulan Juli, kamu tidak hanya datang dalam ketenangan. Kamu pun datang dalam
setiap pertengkaran-pertengkaran, penyelesaian, rindu, bahkan juga secangkir
kopi hitam.
Aku
mengingat kamu sebagai Pulau Buru, sebuah langit hitam, gelap, dengan banyak
bintang-bintang. Aku mengingat kamu dengan sebuah senyuman dengan gigi yang berderet-deret.
Aku mengingat kamu dengan percakapan-percakapan di telepon hingga pagi hari.
Aku mengingat kamu dengan setiap nyanyian karoke di telepon. Aku mengingat kamu
dengan cerita-cerita mengunjungi orang lain. Aku mengingat kamu dengan
sebagaimana aku adalah perempuan yang memilih tinggal.
***
Ambon,
Februari, Maret, 2016
Tidak
ada catatan yang ingin aku tulis pada periode ini selain:
Aku
ingin menjadi tenang dan mencintaimu tanpa kekhawatiran.
***
Bandung,
April 2016
Rencana
berangkat sekolah lagi ke Salatiga. Aku
mengingat kamu dalam tumpukan buku-buku.
***
Jakarta,
Mei 2016
Kamu
adalah tempat yang paling liar di muka bumi. Jakarta saksinya.
***
Salatiga,
Juni 2016
Aku
mengingat kamu pada sebuah sore berwarna merah muda yang menawan,
berpotong-potong kue labu yang kita habiskan bersama. Jalan-jalan kaki di
sepanjang Salatiga. Membawakan puisi Lawamena di kampus baru. Dan
percintaan-percintaan liar.
***
Bandung,
Juli 2016
Mau
mengerjakan cinta dengan sungguh-sungguh mulai hari ini dengan segala
kepenuhannya. Mulai hari ini dan seterusnya aku hanya mau sayang kamu
sungguh-sungguh.
(Sebuah Catatan
Harian)
***
Kepada
Lelaki Bulan Juli, kamu yang aku sebut kekasih, terima kasih untuk perjalanan,
yang sudah lewat, maupun yang akan datang. Biarlah selalu ada keyakinan yang
menyala di dalam cintamu. Mari bercinta, dalam-dalam, sungguh-sungguh!
No comments:
Post a Comment