Akhirnya membaca Ruang Temu.
Remake dari Turiya. Pada dasarnya saya tertarik dengan tokoh perempuan yang
absurd. Itulah mengapa saya jatuhsayang terhadap Dwayne pada buku sebelumnya
Turiya. Ketika mendapat kabar bahwa Turiya akan di-remake oleh Bukune, terusterang
ada kekuatiran Turiya akan menjadi populer dan lupa pada destini awalnya, ia
bukan chicklit.
Tetapi kekuatiran saya akhirnya
tidak terbukti. Setelah berkenalan dengan Ruang Temu, saya menemukan Deanna.
Mielka. Rajasa. Gilang Ayu. Mereka ini merupakan kloningan dari Dwayne. Milo.
King. Fro. Dan saya tidak akan membandingkan Ruang Temu dengan Turiya. Karena
mereka adalah bayi yang berbeda. Saya percaya bahwa setiap karya punya sentuhan
personalnya sendiri. Dan kita harus menghargai sentuhan personal tersebut sebagai sebuah pertumbuhan.
Terus terang saya kehilangan
Dwayne pada diri Deanna. Perpaduan perempuan manis dan absurd yang membuat saya
mencintainya entah kemana. Seperti hilang begitu saja. Tapi mungkin itu adalah
karakter Deanna. Ia ingin terlepas dari bayang-bayang Dwayne. Dan ia ingin
memenuhi karakternya sendiri. Saya menarik kesimpulan Deanna adalah versi
Dwayne dewasa. Dwayne yang telah bertumbuh.
Mielka alias Milo. Tipe
laki-laki kesukaan saya. Saya selalu jatuhcinta terhadap laki-laki model
begini. Tetapi hanya sebatas jatuhcinta. Dan mungkin saja saya akan memilih
menikah dengan Rajasa alias King. Karena terkadang kamu membutuhkan orang yang
lebih dominan daripada dirimu. Dan bisa jadi mereka adalah pelengkap.
Membaca Ruang Temu di awal
seperti banyak yang meloncat di kepala saya bahwa “ini seharusnya begini” “ini
bukan begini” “ini terlalu cepat” dan saya meyakini bahwa pemikiran ini datang
karena pada dasarnya pada kehidupan nyata: manusia selalu suka membandingkan.
Lalu ketika tenggelam lebih
dalam pada Ruang Temu, saya akhirnya menerima sebuah kenyataan bahwa ia
kepingin diterima tidak sebagai bayangan Turiya. Karena seperti yang ditulis
pada mimpinya Mielka: bayangan adalah cerminan terhadap ketakutan. Ruang Temu
ingin menghajar ketakutan itu. Baik ketakutan terhadap pembaca melainkan
ketakutan terhadap dirinya sendiri (dalam hal ini penulis).
Gilang Ayu alias Fro
digambarkan jauh berbeda. Lebih bertanggung jawab dan mengatur hidupnya dengan
baik. Bagian ini (bisa saja) adalah sisi lain dari penulis yang ingin
ditonjolkan bahwa ia kini beranjak dewasa. Oke, baru “beranjak” artinya belum
dewasa.
Sekali lagi jika pada awalnya
membaca Ruang Temu dan terdapat banyak loncatan di kepalamu. Anggaplah itu
sebagai sebuah reaksi yang normal. Bahwa sesuatu yang bertumbuh itu pasti punya
“protes”-nya sendiri.
Selamat membaca Ruang Temu:
antara denting dan rahasia J
Aku uda baca novelnya 2 kali mbak, dan masi ga ngerti sama ending novelnya
ReplyDelete