sebelum workshop
ketika workshop: cara-cara tidak kreatif untuk menulis puisi
Pada Sabtu 6 Januari 2018, di bawah rindang pepohonan Pattimura Park, kawan-kawan dari Bengkel Sastra Maluku mengadakan workshop: Cara-Cara Tidak Kreatif Untuk Menulis Puisi. Teknis dari pertemuan ini adalah kami hendak berbagi pengalaman menulis sekaligus melakukan eksperimen bersama peserta untuk memaknai hal-hal yang sifatnya keseharian dan bagaimana mencipta sesuatu dari sana. Selain berbagi penglaman, kawan-kawan juga mengajak peserta untuk membuat latihan-latihan kecil menulis puisi secara spontan, tentu dari pengalaman yang sudah dibagi.
Marthen Reasoa, Ketua Bengkel Sastra Maluku menjadi pemateri perdana dalam pelatihan itu. Marthen berbagi soal puisi kolaborasi yang sudah lama ia lakukan dengan Ecko Poceratu. Marthen tidak segan untuk berbagi mengenai tema "panas" yang cenderung tabu dibicarakan di masyarakat, salah satu tema yang kerap digarapnya dalam puisi bersama Ecko Poceratu.
Workshop ini dilanjutkan oleh Ecko Poceratu. Ecko sangat berapi-api ketika menjelaskan tentang pengalamannya menulis puisi. Ia memulai dengan melempar sebuah daun gugur, dan bertanya kepada peserta, "tamang-tamang, sebutkan dua kata saja, ketika tamang-tamang dong liat daun gugur ini?" Ia mengajak peserta menangkap secara cepat kejadian-kejadian di sekitar.
Pemateri selanjutnya adalah Priska Akwila Birahy. Dengan pembawaan yang bercerita, Ika mengajak peserta untuk masuk ke dalam emosi sebuah puisi. Tidak hanya ketika menulis, tetapi juga ketika membacanya. Sementara Revelino Berry berbagi soal bagaimana melawan kebuntuan ketika menulis dan menemukan cara-cara baru untuk menulis puisi. "Bagaimana caranya menulis puisi jika sedang tidak mood?" begitu tanya salah satu peserta, yang dijawab langsung oleh Berry, "jika sedang tidak mood. Ya jangan menulis puisi. Sederhana saja."
Kemudian Morika Tetelepta berbagi pengalaman menulisnya dengan menceritakan kegelisahannya kepada anak-anak muda zaman sekarang yang cenderung lebih suka pengalaman visual ketimbang akrab dengan huruf-huruf. Ia menginspirasi peserta untuk menulis dengan lima sampai enam kata. Tidak boleh lebih.
Weslly Johannes membagikan cara menulis puisi dengan "teknik mencuri struktur kalimat." Sepenggal kalimat dalam puisi milik Sapardi Joko Damono yaitu "aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu" dihapus beberapa katanya dan peserta dengan bebas melengkapinya kembali dengan kata-kata pilihan mereka.
Saya, pemateri terakhir, mengajak peserta untuk melingkar lima kata dari lembaran-lembaran novel kesukaan saya, Dengarlah Nyanyian Angin karya Haruki Murakami. Peserta dengan merdeka dapat melingkar lima kata acak pilihan mereka. Sehingga menimbulkan bunyi dan makna yang tidak biasa.
Workshop yang dihadiri oleh dua puluh tiga peserta ini berlangsung murah senyum, menggelitik, dan antusias. Rasa-rasanya setiap peserta menantikan giliran mereka ditunjuk untuk membaca puisi-puisi spontan yang mereka cipta.
Demikianlah workshop cara-cara tidak kreatif untuk menulis puisi, cara-cara yang kami bagikan memang tidak ada yang baru, karena kami menyadari satu hal, "there's nothing new under the sun." Tak ada yang baru, tak ada yang terlalu kreatif di muka bumi ini, yang paling penting adalah bagaimana sebagai manusia, kami tak berhenti untuk memaknai kehidupan; memaknai hal-hal yang tidak kreatif, hal-hal yang begitu sehari-hari.