ketika aku kecil, ibu berkata
perempuan adalah bunga. ia berkata demikian sambil memandikan aku dan mengusap
kemaluanku perlahan, dengan lembut
"ini adalah bungamu,
suatu ketika, ia akan mekar, merambatkan akar-akarnya seperti belantara. lelaki
yang memasukinya hanya mereka yang memiliki kunci dan mau menyesatkan
diri"
demikianlah aku tumbuh
sebagai rimba dan rahasia, misteri dan satu semesta berisi semua yang mungkin
dan tidak mungkin, yang terpelihara hingga satu musim meranumkan pala dan
menebar aromanya ke mana-mana
ketika dewasa sambil mengusap
kepala, ayah katakan bahwa perempuan seperti bangunan rumah, ia memiliki
fondasi dan ruang-ruang bawah tanah, pintu, jendela, dapur, dan kamar mandi
"jika salah satu
bagian-bagian dari tubuhmu berkelana, mereka harus tetap pulang. jika salah
satu dari bagian tubuhmu menghilang, artinya kau menaruh kuncimu
sembarangan"
ayah berkata masih sambil
mengusapku di kepala
lalu pada suatu malam yang
menyala, aku bertemu burung hitam berkepala biru, ia berkata:
perempuan adalah kepala.
kepala-kepala mereka terbuat dari baja. dan hati mereka adalah embun tengah
hari, menggantung-gantung di antara dedahan, gampang lepas
maka aku menggantungkan kunci
rumahku pada satu tangkai tersembunyi dari cinta yang bertumbuh dalam jiwaku
dan memagarinya dengan api dari kata-kata ibu dan ayah yang menyala di kepalaku
"biarlah ada api dalam
cintamu!", kata ayah, "dengannya engkau akan membakar kepalsuan di
dalam dan di luar dirimu"
perempuan menjadi satu
kehidupan dengan dua matahari dan tiga rembulan; hal-hal yang menjadikannya
paling indah dan paling panas di antara semua cahaya
[ditulis bersama weslly johannes. Bandung - Ambon 4 Mei 2016, selesai sekitar
pukul 19.50 waktu Bandung ]
No comments:
Post a Comment