Tidak lagi menjadi sebuah keberatan. Sebuah kata yang mungkin telah lama menjadi keinginan yang selama ini terkatup rapat di dalam dada. Tak pernah ada rasa yang terlampau ingin untuk pulang. Setiap orang butuh pulang. Setiap orang butuh kembali ke sebuah tempat dimana ia ‘berasal.’ Ketika menuliskan ini ada sebuah pertanyaan besar di dalam hati bahwa, kapankah waktu yang tepat untuk pulang. Adakah memang setiap orang butuh tempat untuk pulang? Dan bagaimana dengan seuah kebingungan ketika hendak pulang kemana.
Biasanya pulang di awali oleh
sebuah perjalanan. Seseorang akan melalui perjalanan panjang itu, sampai dia
berada pada sebuah titik: hendak meneruskan perjalanannya atau kembali. Pulang.
Saya membayangkan sebuah lorong panjang yang selama ini sudah saya lalui.
Terkadang lorong itu gelap yang lama. Dan bahkan sebuah terang yang sangat
singkat. Kadang juga lorong tersebut adalah sebuah remang-remang, dan kamu hanya mendapati
bayanganmu sendiri di sana.
Pulang, bukan akhir. Ia adalah
labuhan. Dimana di sana ada rindu panjang yang selama ini tertahan. Kamu bisa
melepaskan apapun yang selama ini kamu tahan. Apapun. Apapun yang kamu rasakan
tinggal dilepaskan. Terkadang kamu kepingin pulang karena kamu hanya terlanjur
capek berjalan sendirian. Jika orang bertanya: kenapa kamu ingin pulang?
Mungkin
karena kamu rindu.
Saya meninggalkan rumah sejak
tahun 2000. Kini hampir 13 tahun saya di luar. Sejak saya keluar dari rumah,
saya berpindah pindah tempat dari satu kontrakan ke kontrakan yang lain. Dari
satu kos ke kos yang lain. Dan akhirnya saya tiba pada sebuah kondisi dimana
saya hanya kepingin pulang.
Merindukan
rumah.
Rumah menjadi sesuatu yang saya
dambakan. Rumah menjadi sebuah pilihan untuk rindu. Akhir-akhir ini saya hanya
ingin pulang, hanya karena saya ingin mendapati orang rumah yang ada di rumah.
Dan mereka bertanya kepada saya tentang hal-hal yang sederhana. Misalnya:
“darimana saja hari ini?” atau “tadi ngapain saja?” dua pertanyaan sederhana
yang saya inginkan. Dua pertanyaan sederhana yang akan membawa kita kepada
obrolan yang panjang. Atau bisa jadi hal ini dikarenakan, saya sedang kangen
mengobrol. Saya rindu percakapan-percakapan dengan ayah yang panjang-panjang.
Karena belum ada yang bisa menggantikannya. Karena belum ada yang bisa seperti
ayah. Tapi memang ada sebuah keresahan besar yang ada di dalam hati saya.
Rindu pulang karena rindu
percakapan-percakapan sederhana dengan ayah. Atau pertanyaan-pertanyaan
sederhana seperti “hari ini ngapain saja?” hari ini ayah berulang tahun
yang ke 67. Saya tidak punya harapan banyak. Saya meneleponnya ketika bangun
tidur hari ini. Dan ternyata di rumah sedang ramai. Kami mengobrol, lalu saya
tanya apa yang menjadi harapan ayah hari ini, “ingin hidup sampai umur 76. Dan
sekarang sedang belajar menghitung-hitung hari.” Ayah menjawabnya sambil
tertawa. Tawanya yang khas. Jawaban yang bagus pikir saya.
Tawa yang buat saya tambah rindu.
Sekali lagi selamat ulang
tahun, ayah!
No comments:
Post a Comment