Ini dia satu dari beberapa orang yang sudah beli totebag. Terimakasih Cynthia Dewiranti. Semoga suka dengan Totebag Wawbaw X perempuansore.
Friday, September 28, 2012
Wednesday, September 26, 2012
Dalenz Utra'k Bercerita
Menginterviewnya pada sebuah
kesempatan. Merupakan kehormatan bagi saya. Hal ini saya lakukan untuk
mendukung musisi lokal asli Maluku. Dan mungkin ini salah satu bentuk dukungan
yang saya bisa lakukan.
Nama Lengkapnya adalah Daniel Utra. Biasanya ia dipanggil dengan sebutan Bu Dalenz atau Ka Dalenz. Lahir di Tual pada tanggal 19 Agustus. Membentuk D’embalz pada waktu itu untuk bernayanyi reguler pada sebuah kafe. Masih terdiri dari: Julius Lawalata, Cosmas Rahawarin, Kiki, Dan Dewi (sebagai backing vocal). Asal usul nama D’embalz sendiri sangat menarik perhatian saya, belum pernah saya mendengar nama ini sebelumnya.
Nama Lengkapnya adalah Daniel Utra. Biasanya ia dipanggil dengan sebutan Bu Dalenz atau Ka Dalenz. Lahir di Tual pada tanggal 19 Agustus. Membentuk D’embalz pada waktu itu untuk bernayanyi reguler pada sebuah kafe. Masih terdiri dari: Julius Lawalata, Cosmas Rahawarin, Kiki, Dan Dewi (sebagai backing vocal). Asal usul nama D’embalz sendiri sangat menarik perhatian saya, belum pernah saya mendengar nama ini sebelumnya.
“Kanapa katong seng kas nae
nama Maluku, Sagu, Naruwe, Nanaku, kaya-kaya bagitu su ada. Kanapa seng ada
perwakilan dari Maluku Tenggara. Makanya ada Embal toh. Jadi kas nama akang
Embal jua, tambah D di muka supaya keren sadiki toh.”
(Kenapa kita nggak kasih naik
nama Maluku, Sagu, Naruwe, Nanaku, kan sudah ada. Kenapa nggak ada perwakilan dari
Maluku Tenggara. Makanya ada Embal toh. Jadi kasih namanya Embal aja, tambah D
di sepan supaya keren aja.)
Begitu penjelasannya.
Embal merupakan makanan khas
asal Maluku Tenggara. Biasanya dimakan dengan ikan kuah. Atau teman untuk minum
teh di sore hari. Hal ini menurutnya adalah sebuah bentuk perwakilan nama dari
Maluku Tenggara. Dan juga membentuk identitas musiknya sendiri. D’embalz
pertama kali membuat album itu sekitar tahun 2008 yaitu berisi 10 lagu
bertemakan Natal. Kemudian di tahun 2009 lahirlah album ke-2 diberi judul “Back
To Nature” dimana salah satu lagu di dalam album ini berjudul “Sopi” sopi
adalah minuman “pergaulan” asal Maluku. Lagu ini konon diciptakan Bu Dalenz
untuk mengembalikan kekhasan lokal.
Saya juga tertarik bertanya
kepadanya bahwa apakah ada lagu-lagunya yang diciptakan dengan bahasa Kei dan
hal ini dijawab dengan yakin bahwa ada. Karena menurutnya menggunakan bahasa
lokal itu semacam mengingatkan kita kepada akar kita. Selain itu ia juga merasa
prihatin dengan anak-anak muda jaman sekarang yang seakan-akan sudah lupa untuk
menggunakan bahasa daerah/lokal. Ia juga
melanjutkan bahwa harusnya sebagai anak muda, kita tidak malu untuk mengakui
identitas kita sebaga orang Maluku. “Bahasa adalah rahasia” demikian katanya. Karena
dengan bahasa lokal kita bisa saja membicarakan “rahasia” kepada saudara kita. Selain
itu ia juga mengatakan bahwa “Laut adalah Mama Beta” laut diidentikan sebagai
ibu, laut adalah sumber makanan kita. Tapi sekarang ini laut telah banyak
hancur. Dan dirusak oleh masyarakat sendiri. Demikian adalah keprihatinannya.
Alasan kenapa memilih musik reggae
untuk musik D’embalz?
Ia pun lanjut bercerita bahwa
konsep pulau Maluku hampir mirip dengan Jamaika. Ada pantai, kelapa, jimbe,
tifa. Jadi D’embalz lebih pas jika ingin mengangkat reggae sebagai musik
utamanya.
Ketika mendengarkan D’embalz
seperti membawa saya kembali ke kampung halaman dan duduk sore-sore menikmati
lautan biru di kejauhan. Saatnya untuk memperkenalkan musik lokal keren dari
rumah sendiri. Kampung halaman sendiri.
Saat ini mereka sedang
mempersiapkan album selanjutnya tungguin ya. Seperti merasakan embal lumer di dalam mulut, bersiaplah untuk kenikmatan
esksotis tersendiri ketika mendengarkan musik mereka.
Dangke banyak Bu Dalenz untuk
cerita inspirasinya :) follow juga twitternya di https://twitter.com/dalenzutrak
*pic by Gracio Imanuel :D
Monday, September 24, 2012
Gonna Miss You, Oma Jawa
Saya termasuk yang jarang sekali pulang kampung. Setelah hampir lima tahun, pulang kampung terakhir yang saya lakukan adalah setahun kemarin. Sekitar bulan Oktober, saya pulang untuk sebuah event yang diselenggarakan di Ambon yaitu Ambon Jazz Festival.
Dan sekitar akhir Agustus
kemarin saya harus pulang karena Oma meninggal. Saya dapat kabar Oma meninggal
ketika sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan konser Glorify The Lord Ensemble “Make
a Change” di Bandung.
Tapi memang jika waktunya kamu
harus pulang. Maka kamu memang pulang. Oma Jawa biasanya beliau disapa. Saya
besar dengannya. Sebelumnya saya pernah menulis tentang beliau. Nama aslinya
adalah Sutijem (baca: Sutiyem) perempuan asli Jawa, Ambarawa yang bertemu
dengan Opa saya yang asli Ambon – Kei. Mereka bertemu pertamakali di Semarang.
Dan akhirnya menikah. Oma ikut Opa tinggal di Ambon.
Berpuluh-puluh tahun tinggal di
Ambon membuat beliau tidak meninggalkan kejawaannya. Saya masih mendapati Oma
memakai jarik dan konde. Saya juga masih mendapati beliau menggunakan bahasa
Jawa sehari-hari.
Ketika saya sampai saya hanya
melihat Oma Jawa di peti. Beliau begitu cantik. Seperti tidur saja.
Malamnya kami mengadakan malam penghiburan di rumah. Bunyi terompet dan suara nyanyian bersahut-sahutan. Rumah tua tempat saya, kakak, dan sepupu-sepupu saya dibesarkan dipenuhi dengan orang yang datang.
Kematian seperti menyadarkan
saya bahwa hidup hanya adalah pinjaman. Kelak kita semua akan mengembalikan “pinjaman”
ini kepada pemilik yang sebenarnya.
Pada kebaktian penguburan, Ayah
selaku orang yang dituakan berbicara mewakili keluarga besar kami. Satu catatan
penting yang Ayah katakan bahwa “Oma selalu rajin ke gereja. Dan beliau selalu
setia melakukannya setiap minggu.”
Oma Jawa dengan kesetiannya
kepada Tuhan. Juga kesetiaan cintanya kepada Opa. Dan kepada rumah tua kami di
Kudamati. Membat saya belajar banyak.
Gonna miss you, Oma Jawa.
Friday, September 21, 2012
Menuju(h)
Menuju(h)
adalah sebuh project kolaborasi antara tujuh penulis muda asal Bandung. Ide awalnya
berasal dari Maradilla yang ingin membuat sebuah project tulisan dengan tema hari.
Kami tujuh penulis tersebut adalah Sundea, Vabyo, Mahir Pradana, Maradilla
Syachridar, Iru Irawan, Aan Syafrani, dan Theoresia Rumthe.
Kumpulan
cerpen Menuju(h) adalah kumpulan cerita dari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat,
Sabtu, dan Minggu yang memiliki dua sisi. Kira-kira akan seperti apa kedua sisi
tersebut? Nantikanlah karya kolaborasi kami selanjutnya.
Menuju(h)
berbagi cerita tentang hari-hari yang menyetia.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Featured Post
Sebuah Catatan Tidak Kreatif Tentang Cara-Cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai
Cara-cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai, adalah sebuah buku yang sedang kamu tunggu. Ia lahir sebentar lagi, tepat di 16 A...