Menginterviewnya pada sebuah
kesempatan. Merupakan kehormatan bagi saya. Hal ini saya lakukan untuk
mendukung musisi lokal asli Maluku. Dan mungkin ini salah satu bentuk dukungan
yang saya bisa lakukan.
Nama Lengkapnya adalah Daniel Utra. Biasanya ia dipanggil dengan sebutan Bu Dalenz atau Ka Dalenz. Lahir di Tual pada tanggal 19 Agustus. Membentuk D’embalz pada waktu itu untuk bernayanyi reguler pada sebuah kafe. Masih terdiri dari: Julius Lawalata, Cosmas Rahawarin, Kiki, Dan Dewi (sebagai backing vocal). Asal usul nama D’embalz sendiri sangat menarik perhatian saya, belum pernah saya mendengar nama ini sebelumnya.
Nama Lengkapnya adalah Daniel Utra. Biasanya ia dipanggil dengan sebutan Bu Dalenz atau Ka Dalenz. Lahir di Tual pada tanggal 19 Agustus. Membentuk D’embalz pada waktu itu untuk bernayanyi reguler pada sebuah kafe. Masih terdiri dari: Julius Lawalata, Cosmas Rahawarin, Kiki, Dan Dewi (sebagai backing vocal). Asal usul nama D’embalz sendiri sangat menarik perhatian saya, belum pernah saya mendengar nama ini sebelumnya.
“Kanapa katong seng kas nae
nama Maluku, Sagu, Naruwe, Nanaku, kaya-kaya bagitu su ada. Kanapa seng ada
perwakilan dari Maluku Tenggara. Makanya ada Embal toh. Jadi kas nama akang
Embal jua, tambah D di muka supaya keren sadiki toh.”
(Kenapa kita nggak kasih naik
nama Maluku, Sagu, Naruwe, Nanaku, kan sudah ada. Kenapa nggak ada perwakilan dari
Maluku Tenggara. Makanya ada Embal toh. Jadi kasih namanya Embal aja, tambah D
di sepan supaya keren aja.)
Begitu penjelasannya.
Embal merupakan makanan khas
asal Maluku Tenggara. Biasanya dimakan dengan ikan kuah. Atau teman untuk minum
teh di sore hari. Hal ini menurutnya adalah sebuah bentuk perwakilan nama dari
Maluku Tenggara. Dan juga membentuk identitas musiknya sendiri. D’embalz
pertama kali membuat album itu sekitar tahun 2008 yaitu berisi 10 lagu
bertemakan Natal. Kemudian di tahun 2009 lahirlah album ke-2 diberi judul “Back
To Nature” dimana salah satu lagu di dalam album ini berjudul “Sopi” sopi
adalah minuman “pergaulan” asal Maluku. Lagu ini konon diciptakan Bu Dalenz
untuk mengembalikan kekhasan lokal.
Saya juga tertarik bertanya
kepadanya bahwa apakah ada lagu-lagunya yang diciptakan dengan bahasa Kei dan
hal ini dijawab dengan yakin bahwa ada. Karena menurutnya menggunakan bahasa
lokal itu semacam mengingatkan kita kepada akar kita. Selain itu ia juga merasa
prihatin dengan anak-anak muda jaman sekarang yang seakan-akan sudah lupa untuk
menggunakan bahasa daerah/lokal. Ia juga
melanjutkan bahwa harusnya sebagai anak muda, kita tidak malu untuk mengakui
identitas kita sebaga orang Maluku. “Bahasa adalah rahasia” demikian katanya. Karena
dengan bahasa lokal kita bisa saja membicarakan “rahasia” kepada saudara kita. Selain
itu ia juga mengatakan bahwa “Laut adalah Mama Beta” laut diidentikan sebagai
ibu, laut adalah sumber makanan kita. Tapi sekarang ini laut telah banyak
hancur. Dan dirusak oleh masyarakat sendiri. Demikian adalah keprihatinannya.
Alasan kenapa memilih musik reggae
untuk musik D’embalz?
Ia pun lanjut bercerita bahwa
konsep pulau Maluku hampir mirip dengan Jamaika. Ada pantai, kelapa, jimbe,
tifa. Jadi D’embalz lebih pas jika ingin mengangkat reggae sebagai musik
utamanya.
Ketika mendengarkan D’embalz
seperti membawa saya kembali ke kampung halaman dan duduk sore-sore menikmati
lautan biru di kejauhan. Saatnya untuk memperkenalkan musik lokal keren dari
rumah sendiri. Kampung halaman sendiri.
Saat ini mereka sedang
mempersiapkan album selanjutnya tungguin ya. Seperti merasakan embal lumer di dalam mulut, bersiaplah untuk kenikmatan
esksotis tersendiri ketika mendengarkan musik mereka.
Dangke banyak Bu Dalenz untuk
cerita inspirasinya :) follow juga twitternya di https://twitter.com/dalenzutrak
*pic by Gracio Imanuel :D
No comments:
Post a Comment