Saya termasuk yang jarang sekali pulang kampung. Setelah hampir lima tahun, pulang kampung terakhir yang saya lakukan adalah setahun kemarin. Sekitar bulan Oktober, saya pulang untuk sebuah event yang diselenggarakan di Ambon yaitu Ambon Jazz Festival.
Dan sekitar akhir Agustus
kemarin saya harus pulang karena Oma meninggal. Saya dapat kabar Oma meninggal
ketika sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan konser Glorify The Lord Ensemble “Make
a Change” di Bandung.
Tapi memang jika waktunya kamu
harus pulang. Maka kamu memang pulang. Oma Jawa biasanya beliau disapa. Saya
besar dengannya. Sebelumnya saya pernah menulis tentang beliau. Nama aslinya
adalah Sutijem (baca: Sutiyem) perempuan asli Jawa, Ambarawa yang bertemu
dengan Opa saya yang asli Ambon – Kei. Mereka bertemu pertamakali di Semarang.
Dan akhirnya menikah. Oma ikut Opa tinggal di Ambon.
Berpuluh-puluh tahun tinggal di
Ambon membuat beliau tidak meninggalkan kejawaannya. Saya masih mendapati Oma
memakai jarik dan konde. Saya juga masih mendapati beliau menggunakan bahasa
Jawa sehari-hari.
Ketika saya sampai saya hanya
melihat Oma Jawa di peti. Beliau begitu cantik. Seperti tidur saja.
Malamnya kami mengadakan malam penghiburan di rumah. Bunyi terompet dan suara nyanyian bersahut-sahutan. Rumah tua tempat saya, kakak, dan sepupu-sepupu saya dibesarkan dipenuhi dengan orang yang datang.
Kematian seperti menyadarkan
saya bahwa hidup hanya adalah pinjaman. Kelak kita semua akan mengembalikan “pinjaman”
ini kepada pemilik yang sebenarnya.
Pada kebaktian penguburan, Ayah
selaku orang yang dituakan berbicara mewakili keluarga besar kami. Satu catatan
penting yang Ayah katakan bahwa “Oma selalu rajin ke gereja. Dan beliau selalu
setia melakukannya setiap minggu.”
Oma Jawa dengan kesetiannya
kepada Tuhan. Juga kesetiaan cintanya kepada Opa. Dan kepada rumah tua kami di
Kudamati. Membat saya belajar banyak.
Gonna miss you, Oma Jawa.
No comments:
Post a Comment