Kabar kematian itu datang ketika hari kamis sore, minggu lalu, saya sedang berada di Kineruku. Entah mengapa saya memilih untuk datang kesana sore hari itu. Sms yang saya terima dari kakak perempuan saya waktu itu sekitar pukul 15.52 wib, artinya lagi waktu lebih cepat dua jam di Ambon.
Sms
itu berbunyi: Mama su seng ada. (Mama sudah tidak ada).
Tangis
saya langsung pecah. Untunglah saya berada di tempat yang tepat. Mbak Rani dan
Budi (Kineruku) persis sedang ada di tempat. Saya lalu berbagi tangis saya
dengan mereka.
Kematian
itu datang tiba-tiba. Mama saya tidak sakit. Ya, betul jika Mama punya penyakit
menahun yaitu darah tinggi. Tetapi selama ini setahu saya Mama meminum sejumlah
obat secara teratur dan menjaga makanannya. Bahkan seminggu sebelumnya Mama
liburan ke Manado. Dan ketika mendapat cerita kronologis jelang kematiannya
dari ayah dan kakak saya, mereka bercerita bahwa hari Rabu, sehari sebelum
kematian Mama, mereka berdua mengantar Mama ke dokter, karena Mama mengeluh
bahwa ia batuk, merasa sesak nafas. Ayah dan kakak saya lalu mengantar ke
dokter yang bersangkutan, tetapi karena antri yang cukup panjang hari itu,
akhirnya Mama memutuskan untuk pulang saja dan berniat kembali besok. Keesokan
harinya sekitar pukul empat sore waktu Ambon, ayah dan kakak saya kembali
mengantar Mama kembali ke dokter yang bersangkutan, tetapi melihat kondisi
badan Mama yang semakin drop, kakak
saya memutuskan mengantar Mama ke RS. Sumber Hidup GPM. Sampai di sana,
beberapa staff rumah sakit lalu memberikan pertolongan pertama kepadanya. Tidak
lebih dari dua puluh lima menit, ayah dan kakak saya juga berada di ruangan
itu. Mama dengan alat bantu pernafasan yang sudah ada di mulutnya hanya melihat
ke ayah, kakak saya, lalu kembali ke ayah, detak jantungnya semakin melemah,
dan akhirnya Mama menghembuskan nafas terakhir sehari sebelum hari ulang
tahunnya.
Siapa
yang bisa memastikan ketika kematian hendak menjemput: jawabannya tidak ada.
Kami
bahkan tidak dikasih tanda apa-apa. Kami bahkan tidak diberikan perasaan
apa-apa. Kakak saya bercerita bahwa, memang setelah beberapa kali Mama saya
sempat anval karena jantung, ia sudah
diberikan semacam sense of death,
bahwa ia harus berjaga-jaga terhadap kondisi Mama. Bahwa jika manusia memang
terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh. Maka secara roh, kakak saya sudah
dipersiapkan terhadap segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi, termasuk
di dalamnya adalah kematian itu sendiri.
Tetapi,
saya punya beberapa catatan tentang kematian
(1)
Segala sesuatu yang diciptakan akan pulang tepat pada waktunya. Saya menulis
sebuah tweet pada 20 Maret tepat beberapa jam sebelum mendengar kabar kematian
Mama: “Hari ini hari bahagia. Esok Mama ultah. Ia bahagia. Bahagia bersama
kekasih. Karena kekasihnya, ayah.” Saya tidak punya perasaan apa-apa ketika
menulis tweet ini. Di dalam pikiran saya, besok pagi seperti yang sudah-sudah,
saya akan meneleponnya dan mengucapkan selamat ulang tahun. Tetapi memang ada
maksud Tuhan yang lain. Ia dipanggil pulang tepat sehari sebelum ulang
tahunnya. Karena kekasihnya yang sebenarnya adalah Bapa di Surga ingin
merayakan hari bahagia itu bersama Mama saya, Ruth.
(2)
Pada awal tahun, saya pernah bercakap-cakap dengan diri saya sendiri. Ada
sebuah pertanyaan yang saya ajukan “kenapa ya orang meninggal dunia itu
berdekatan dengan hari ulang tahunnya?” hal ini karena ada beberapa cerita sama
dari teman-teman dekat saya juga. Saya bertanya kepada diri saya sendiri, dan
sampai saat ini pun saya akhirnya memiliki keyakinan tersendiri, bahwa saking
Tuhan sayang dengan umatNya, maka ia memanggil pulang mereka utuk merayakan
ulang tahun bersama-sama.
(3)
Kematian datang tiba-tiba. Tidak ada yang pernah tahu kapan orang kesayangan
kita dipanggil pulang. Satu hal yang coba saya mengerti adalah “bersiaplah.”
Kapanpun dan dimanapun senantiasa berserah.
(4)
Sebelumnya saya pernah menulis tentang “jika ada orang yang ‘pergi’ dari
kehidupan kita sengaja maupun tidak sengaja, hanya untuk sebuah alasan: waktu
mereka bersama kita sudah selesai. Kebersamaan itu sifatnya fana akan ada waktu
kadaluwarsa. Tetapi ketika waktu ‘pergi’ itu datang, itu sesungguhnya bukan
karena kesalahan kita, tetapi karena waktu kita dengan mereka sudah selesai.
(5)
“Sejujurnya kamu tidak pernah kehilangan. Mereka yang katanya “hilang” tetap
tinggal berupa kenangan. Di hatimu yang paling dalam.” Ini juga adalah tweet
saya pada 20 Maret subuh. Kemudian sorenya saya mendapat kabar kematian Mama.
Sesungguhnya tanda tanda itu sudah menyertai saya. Mereka datang melalui
kesadaran saya dan menjelma menjadi kata-kata.
Melalui tulisan ini saya juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih saya kepada setiap orang yang telah memberikan ucapan belasungkawa sekaligus doa kepada (almarhumah) Mama saya dan kami sekeluarga yang ditinggalkan. Sesungguhnya doa-doa yang mengalir adalah kekuatan bagi kami sekeluarga.
Rest
in love, mom. We love you.
saya dan ayah. foto ini diambil oleh Graco Imanuel Pelmelay ketika di gereja pada saat kebaktian pemakaman.