Sesuatu muncul di dalam kepala
saya. Tentang popularitas. Beberapa hari sebelumnya saya membaca blog salah
satu teman baik saya berjudul “Maukah Kamu Tetap Berteman Saat Aku Tidak (Lagi)
Populer. Jauh sebelum saya membaca blognya, kita sudah pernah bertemu di momen
Lebaran beberapa bulan yang lalu. Dan kita sempat berdiskusi tentang hal yang
sama. Diskusi itu membuat kami sempat tercenung-cenung memikirkan
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Silakan baca tulisannya lebih lanjut di sini.
Tapi saya setuju. Percaya atau
tidak, seperti virus, jika kamu populer, maka banyak sekali yang akan berteman
denganmu atau ngaku-ngaku sebagai teman kamu. Setiap orang pun mau menjadi
populer dengan instan.
Ada periode tertentu di dalam
hidup saya, ketika saya banyak sekali menerima surat elektronik dan isinya
kurang lebih sama:
“Hai Kak, saya senang sekali
dengan tulisan Kakak. Kapan-kapan kalau saya ke Bandung, kita ketemuan yuk.
Ngopi-ngopi.”
Saya hampir membalas mereka
dengan “Duh, maaf ya. Tapi saya tidak pergi ngopi dengan orang asing.” Tapi saya
tidak sampai hati untuk membalas begitu. Karena saya pun terjebak dengan
pencitraan klasik. Bahwa jika dikagumi atau disukai oleh orang lain, maka saya
harus menjawab mereka dengan baik-baik supaya kesan baik dari diri saya tetap
terjaga.
Hal lainnya yang membuat saya
terkesima adalah popularitas lalu membawa orang lain “ngaku-ngaku” kenal
denganmu. Banyak sekali contoh seperti teman SMP atau SMA yang tiba-tiba
menghubungi lagi, padahal ketika masih sekolah dulu hampir tidak pernah
mengobrol. Yang lebih mengerikan lagi karena “ngaku-ngaku” kenal hanya
dikarenakan berteman media sosial saja. Bahkan belum pernah berjumpa apalagi
berbicara secara langsung.
Fenomena popularitas ini
semakin miris dengan menjamurnya media sosial yang dapat digunakan untuk eksis.
Dimulai dari steller, snapchat, vlog, instagram stories, yang semuanya dapat
dipakai untuk menceritakan kisah hari-hari kita secara langsung.
Oke, tidak ada yang salah
dengan itu juga. Tetapi kenyataan lainnya adalah bagaimana pemuda-pemudi zaman
sekarang membangun dirinya dengan mengejar popularitas secara instan tetapi
menjadikannya terasing tanpa ada ikatan yang layak dengan orang-orang di
sekitarnya. Bahkan rela menghalalkan segala cara untuk mencapainya.
Karena yang kelihatan, yang
populer itu kayaknya lebih asyik. Maka sudah pasti yang populer jauh lebih
menggiurkan untuk diajak berteman. Sedangkan yang tidak populer tidak asyik.
Padahal belum tentu juga.
Lain halnya dengan jalan
mencapai popularitas sendiri. Ada banyak hal besar maupun kecil suka dan duka, yang
perlu dilewati untuk sampai di sana. Dan semuanya tergantung dari usaha
masing-masing. Banyak usaha, doa, dan kerja keras di balik popularitas. Tetapi
kebanyakan orang pemalas maunya ongkang-ongkang kaki lalu bangun keesokan
paginya dan populer.
Lagipula popularitas bukan yang
paling segalanya dalam hidup kok. Ia pun bukan satu-satunya tujuan hidup. Manusia
tidak lantas mati jika tidak populer. Jadi bertemanlah dengan siapa saja,
jangan pilih-pilih. Sebab roda kehidupan terus berputar.