Saya masih percaya mantra ini “untuk segala sesuatu ada waktunya.” Mengucap mantra yang baik kepada diri sendiri, lama-lama akan berubah menjadi sebuah keyakinan. Saya tidak dibesarkan dengan kemudahan-kemudahan. Saya malah harus berusaha lebih keras di dalam hidup untuk mendapatkan apapun yang saya inginkan.
Lain urusannya dengan cinta. Terkadang tidak selalu mendapatkan apapun yang diinginkan. Bahkan beberapa kali dihadapkan dengan kehilangan-kehilangan. Kisah cinta kadang tidak semulus yang dibayangkan. Akhir-akhir ini misalnya, secara tidak sengaja, saya sering bertemu dengan perempuan-perempuan yang curhat soal “susahnya” menemukan pasangan yang tepat. Atau ada yang secara tidak langsung curhat tentang pasangan-pasangan yang tidak sesuai dengan kriteria mereka. Tetapi karena sudah terlanjur jadian lama, mereka takut untuk melepaskan. Jatuh cinta memang membingungkan. Ini baru jatuh cinta. Belum lagi jika bertemu dengan perempuan-perempuan yang curhat soal suami-suami mereka. Nah loh, urusan pernikahan, saya hanya sumbang telinga, tidak berani memberikan saran, karena saya belum sampai di sana.
Jujur, saya sendiri bukan ahli. Saya pun pernah mengalami kehilangan. Patah hati akut. Melakukan banyak hal-hal bodoh pada saat patah hati. Bahkan menangis tak karuan. Dan semua ini hanya karena kehilangan, laki-laki. Satu hal yang saya syukuri, pada periode itu, saya banyak menulis. Jadilah tulisan-tulisan patah hati yang sering kamu temukan di blog. Dan anehnya, tulisan-tulisan itu best-seller, banyak sekali yang membacanya.
Hingga pada satu titik, saya mengambil keputusan untuk “pause.” Ada masa-masa diam lama yang saya lakukan. Saya lalu menunggu. Lebih tepatnya menunggu untuk dipertemukan. Kondisinya seperti ini, ketika “menunggu” saya banyak melakukan hal-hal menyenangkan yang bikin saya bahagia. Saya mengajar. Saya menulis. Saya bertemu dengan banyak orang dan terlibat dengan pekerjaan-pekerjaan yang mereka tawarkan. Intinya, saya sendiri, penuh, dan bahagia.
Lalu kembali lagi kepada mantra di awal “untuk segala sesuatu ada waktunya.”
Saya mendapat undangan dari seorang teman SMA saya untuk pergi mengajar ke sebuah Kabupaten di Maluku Tenggara Barat. Singkat cerita di sana saya menemukannya. Hari ini saya posting sebuah tulisan pendek di instagram saya:
Saumlaki, sekitar akhir bulan Juli, tahun kemarin. Saya, mana pernah berpikir untuk jatuh lebih cepat. Sepertinya hari pertemuan kita memang sudah disiapkan. Sebab cinta adalah jatuh-jatuh yang tidak direncanakan.
Kamu dengan mata yang tidak sepasang. Begitu sederhana. Menyentuh dengan cerita-cerita pengungsian, Kayeli, dan tempat-tempat indah lainnya di Buru. Kamu, lelaki yang membuat saya memilih tinggal.
Jika diingat-ingat lagi, saya suka geleng-geleng kepala sendiri. Hampir sepuluh tahun tinggal di Bandung, kota berkabut ini, kemudian harus terbang sekian puluh ribu kaki, hanya untuk menemukanmu. Saya kira Tuhan memang senang bercanda.
Jika cinta adalah jatuh-jatuh yang tak direncanakan. Maka pertemuan-pertemuan bukanlah sebuah kesengajaan. Dan pertengkaran-pertengkaran akan membuat kita bertumbuh, lebih kuat.
Belum genap setahun, hubungan ini berjalan. Hingga saat ini pun, kami masih mengusahakan cinta kami. Tetapi cerita ini sengaja saya bagi kepada kamu yang sampai saat ini, masih berpikir tentang “menunggu” pasangan yang tepat. Saya tidak punya nasihat yang lebih baik, selain menunggu. Menunggu dengan kesadaran penuh untuk kemudian dipertemukan. Masih banyak laki-laki dan perempuan yang juga sedang disiapkan untuk bertemu dengan kamu di luar sana. Mereka tidak akan kemana-mana. Mereka pun sedang bersiap, bertemu takdirnya untuk dipertemukan dengan kamu. Sekali lagi, selama masa-masa menunggu: jadilah sendiri, jadilah utuh, dan bahagia.
Selamat menunggu ya, percayalah tidak akan sia-sia.