Perjalananan
lainnya yang bisa dilakukan kemarin adalah pergi ke Pulau Osi. Pulau Osi
terletak di daerah Seram Bagian Barat, Maluku. Pulau Seram adalah pulau
terbesar di daerah Maluku dan masih banyak lahan yang kosong di daerah ini,
dengan kata lain pembangunan belum terlalu berjalan dengan baik di daerah ini.
Alternatif
perjalanan yang bisa kamu lakukan ketika pergi ke Maluku adalah jalan-jalan ke
Pulau Seram. Kali ini saya dan teman-teman secara random jalan-jalan ke daerah
Seram Bagian Barat.
Pagi
sekitar pukul 5.30 kami berangkat dari Kota Ambon, dengan janjian bertemu di
daerah pom bensin Batu Merah, kami berpasang-pasangan dengan motor, kali itu
kami menggunakan tiga motor. Alasannya kenapa kami memilih motor adalah, supaya
lebih praktis, dan bisa sekaligus pulang-pergi.
Jika
pergi ke Pulau Seram, maka harus pergi dulu ke Pelabuhan Hunimua, Liang dan
menyeberang dari sana. Ketika melewati daerah Pantai Suli, kami sempat berhenti
sebentar dan menikmati sunrise yang ada. Terusterang ini adalah pemandangan
yang sangat mahal, karena jarang-jarang saya bisa menikmati sunrise ketika
sedang berada di Bandung. Pemandangan sunrise pagi ini benar-benar menyegarkan
mata sekaligus jiwa, saya menganggapnya sebagai pertanda baik yang mengawali
perjalanan kita ke Pulau Osi.
bertemu sunrise di daerah Pantai Suli, Ambon, Maluku
Sebelum
sampai di Liang, kami sempatkan diri untuk membeli sarapan di daerah Tulehu,
negeri yang akhirnya ramai dibicarakan karena film Cahaya Dari Timur: Beta
Maluku. Negeri Tulehu pagi ini sangat damai, tampak semburat matahari pagi,
mulai muncul di antara sotoh-sotoh rumah, mama mama yang sudah bangun mulai
pergi ke luar mengantri nasi kuning
untuk sarapan pagi mereka. Saya juga menemukan anak kucing yang jatuh ke dalam
selokan dan mengeong ngeong di pagi itu.
Perjalanan
kami kemudian dilanjutkan ke Pelabuhan Hunimua, Negeri Liang. Kendaraan yang
mengantri di pagi itu tidaklah banyak. Nampak antrian orang yang hendak
menyeberang ke Pulau Seram juga tidaklah ramai. Karena kami menggunakan motor, kami
membayar seharga motor yang hitungannya sepeda motor berbonceng adalah Rp.56.000.
Perjalanan
di dalam Ferry sangatlah menyenangkan, ada kamar mandi yang bersih. Di dalam Ferry juga terdapat kafe kecil untuk membeli kopi dan
sarapan-sarapan kecil lainnya. Penyeberangan menuju Pulau Seram hanya
membutuhkan waktu 1 jam 30 menit. Kami pun sampai di Pelabuhan Waipirit,
Kairatu, Seram.
tim ekspedisi kami
salah satu ruas jalan di daerah seram bagian barat
Kami
lalu melanjutkan perjalanan dengan motor, melewati jalan-jalan yang sudah
diaspal dengan baik, tampak langit biru jernih di atas kepala, dengan perpaduan
pohon-pohon hijau di sepanjang perjalanan kami. Kami lalu sampai di derah Piru,
kata Yuli, teman dari Baronda Maluku yang waktu itu bersama-sama dengan kami,
ia menganjurkan untuk sebelum kami ke Pulau Osi, ada baiknya kami mampir dahulu
untuk melihat Telaga Tenggelam. Telaga Tenggelam memang berbentuk Telaga dengan
air yang bening. Ketika kami berhenti untuk sekedar membeli minuman dingin
di sebuah warung yang ada di pinggir jalan, kai sempat mengobrol dengan
penduduk setempat tentang Telaga Tenggelam. Ia lalu bercerita bahwa, Telaga
Tenggelam itu dahulunya adalah sebuah desa yang akhirnya sengaja “ditenggelamkan”
oleh Tete Nene Moyang (Leluhur) alasan
ditenggelamkan karena katanya penduduk sekitar itu melakukan kesalahan,
konon begitu ya.
Telaga Tenggelam
Kami
hanya mengangguk angguk ketika didongengkan. Selain itu ternyata Tete Nene
Moyang (leluhur) di negeri setempat katanya berbentuk buaya, yang biasanya juga
terlihat sedang berenang-renang di sekitar Telaga Tenggelam. Beruntung sekali,
saya tidak bertemu dengannya, padahal ketika mengujungi Telaga Tenggelam, saya
memang masuk dan berjalan-jalan di sekitar Telaga, untuk merendam kaki.
Saya
tidak membayangkan jika saya bertemu dengan seekor buaya di dalam Telaga
Tenggelam itu, hm.
(Bagian dua, dilanjutkan nanti ya.)