: Untuk Tisa, thanks buat namanya di notes ini.
Semalam aku menulis namamu besar-besar di aspal dengan ujung kakiku yang runcing-runcing. T I S A. Supaya mang Udin, tukang sapu jalan yang lewat pagi ini, membacanya dan senyum-senyum sendiri.
Dan aku lagi suka turun tipis-tipis nih. Mirip celana serut yang biasanya kamu pakai buat tidur kan? Tipis. Belel. Tapi kamu tetap suka memakainya dengan tank top oranyemu. Aku harap cintamu padaku tak perlu tebal-tebal. Tipis saja. Karena biasanya yang tipis itu lentur. Kelihatan rapuh tapi puguh.
Kamu tahu, hari ini aku turunnya agak sorean saja. Itu gara-gara kamu. Kalau pagi-pagi, nanti kamu marah sama aku, soalnya banyak cucian di kos kan?
Aku hujan yang pengertian itu Tisa. Yang selalu kamu cari dari mantan-mantanmu dulu. Pasti pipimu merah pas baca bagian yang ini. Tapi tenang saja aku sedang tidak gombal. Aku hujanmu. Selalu ada. Kalaupun aku tak muncul beramai-ramai, lihat embun di jendela kamarmu. Jangan dihapus. Itu aku.
Aku tidak tahu lagi harus menulis apa. Tapi balas suratku yang pendek ini ya?
Bagaimana kalau kita kencan, sekali-kali? Tapi pesanku satu, pake maskara yang waterproof ya. Supaya tidak luntur, kalau di dekatku.
Kalau pun luntur, biarkan saja. Biar aku berjejak di pipi chabby mu itu. Dan merasakan lembut kulitmu.
Boleh?
(28 Jan 2010, 17:18)