Tak ada yang tahu gelisah. Gelisah akan membuatmu bertanya terus. Mempertanyakan segala sesuatu, kenapa tidak begini kenapa tidak begitu saja toh nantinya begini atau toh nantinya begitu. Entah menjadi gelisah semakin mengasah ketajaman berpikirmu.
Kamu mulai menganalisa sesuatu dengan otak kecilmu yang tidak lebih besar dari kolormu sendiri. Lalu mulai mengajukan ide-ide. Dengan sendirinya mereka seperti tercuat keluar begitu saja, membantu kegelisahanmu.
Lalu pertanyaannya muncul pada titik apa yang kamu gelisahkan?
Tak ada.
Gelisah itu hanya semacam drama populer. Yang kamu ciptakan sendiri. Dan kamu adalah tokoh utamanya. Tokoh utama itu seakan-akan kamu buat untuk berpikir keras. Patah hati. Menangis tersedu-sedu. Meracau tidak jelas. Tidak suka makan. Tidak usah tidur. Kantung matanya muncul. Rambutnya acak-acakan. Dengan berat badan yang semakin tipis.
Gelisah membawamu mendengarkan lagu-lagu mellow hampir pagi. Kemudian tertidur dengan mata bengkak. Apa pula keuntungan yang dapat didapatkan ketika kamu gelisah.
Tak ada.
Di sisi lain, ada sesuatu yang bergerak di dalam hatimu. Membuatmu pikiranmu semakin tajam. Hendak menusuk orang—sampai berdarah-darah, memecahkan kepalanya yang dungu, menghabiskan nyawanya sekalian.
Supaya tidak ada lagi hal manis di antara kalian. Supaya anggap saja kalian tidak pernah punya sesuatu. Adegan ini kemudian diselesaikan dengan ucapan MAAF yang keluar dari mulut satu-satu.
Seketika sang sutradara akan meneriakkan “CUT.”
Maka drama populer itu selesai. Dengan tokoh yang adalah kamu di dalamnya berakhir. Kini kamu kembali menjadi orang biasa, yang tertawa-tawa kencang sampai perutmu sakit. Mentertawakan pikiranmu sendiri.
Ini hanya drama, bukan?
Kamu berbisik perlahan kepada dirimu yang pura-pura tidak mendengarnya.
No comments:
Post a Comment