Tuesday, January 7, 2014

Bacarita Dengan Tero Borut




Suatu ketika ada sebuah pertanyaan oleh seorang teman. Ia berkata: adakah penyair-penyair muda asal Maluku? Saya terdiam. Ada, jawab saya di dalam hati. Sayang sekali mereka tidak kelihatan. Mungkin saatnya untuk memunculkan mereka walau itu hanya di blog saya.

Saya: kenapa senang puisi?

Tero: suka saja, sulit untuk benar-benar menjelaskan kenapa suka sesuatu. Banyak hal yang bisa menjadi musabab, mungkin tidak sama sekali sebagai sebab. Tetapi kalau disuruh beralas-alasan, sebagian mungkin karena ada kesenangan tersendiri bermain dengan kata-kata. Dan lebih pokok lagi, mungkin karena menemukan cara untuk menyembunyikan isi kepala dan hati lewat bahasa yang samar.

Saya: “menyembunyikan isi kepala dan hati” <-- merujuk pada kalimat ini, rasanya tidak ada yang perlu “disembunyikan” justru kadang puisi bisa buka hati kita dengan jelas. Menurut kamu?

Tero: tergantung yang bikin puisi. Kalau mau samar bisa jadi samar, kalau mau langsung ya bisa langsung, tapi bahkan yang telanjang pun akan bisa jadi sangat samar. Seperti puisi-puisi manjaling tampias. Saya percaya yang benar-benar tahu makna sebuah puisi hanya yang membuat. Orang lain hanya menebak. Bahkan kalimat yang terucap pasti lewat mulut saja sering bercabang.

Saya: apa maksudnya “kalimat yang terucap lewat mulut saja bisa bercabang”?

Tero: kelas ringannya mungkin kalimat-kalimat bersayap. Kalimat seperti kutemui kau malam nanti, instead of nanti malam kau kutemui. Rasanya kalimat kedua jauh lebih pasti.

Saya: oke, sekarang kita masuk proses kreatifnya. Bisa cerita biasa tulis puisi dimana? Ada ritual khususkah? Dan bisa bagi puisi sepotong yang tercecer di hape atau notes kah?

Tero: tidak ada tempat khusus. Tapi pantai dan gunung jelas membantu. Saya kebetulan selalu membawa satu buah buku yang belum habis dibaca kemana-mana dan pena. Karena selalu bawa ransel. Tetapi kalau ada ide, biasanya dicatat di notes hape atau dibikin jadi draft sms.

mari kuseberangkan engkau ke hari baru
biar hidupmu menetap di pucuk
biar matari menghangati mimpimu tiap kali ufuk menyala

(ini adalah bagian favorit saya dari sepenggal puisi yang Tero kirim. Bagian ini rasanya hangat. Dan jika saya bisa mewarnainya. Warnanya adalah biru langit.)

Saya: boleh tahu referensi kamu apa?

Tero: jaman masih SD, ada semacam buku wajib yang dibaca dari kelas 4-6 yaitu AA. Navis, NH Dini, dan Hamka. Dan saya baru tahu kalau di jaman itu Achdiat K Mihardja sebenarnya tidak boleh dibaca, tapi ketika SD itu saya masih ingat bahwa, kita harus membuat resensinya. Tapi semua buku-buku itu lupa. Pas SMA justru jatuh cinta dengan Emha, Markesot lalu catatan pinggir, Goenawan Mohammad, yang juga mempengaruhi gaya-gaya menulis sampai awal-awal kuliah. Lalu ketika kuliah di Jatinagor, kenal Pram, Camus, sedikit Satre dan Marguez. Dan justru yang dibaca sampai selesai (berkat pacar saya) adalah supernova, Dee. Tapi kalau buku yang kena banget itu ya Pram yang Bumi Manusia, dan Paulo Coelho yang Alcemis. Mainstream sekali sebenarnya.

Saya: menurut kamu seberapa jauh pengaruh “membuat resensi” dalam menulis?

Tero: berpengaruh banyak. Membuat kita memaksa diri untuk mengerti tentang isi bukunya. Juga bikin berani berpendapat tentang buku yang sedang kita baca. Dan yang paling saya ingat adalah resensi itu bagus untuk mendamaikan saya dengan Ibu Mainake. (Tero dulunya aktif naik gunung semasa SMA. Dan itu yang membuat ia terlambat masuk pelajaran bahasa. Ibu Mainake adalah gurunya.)

Saya: lalu menurut kamu, bagaimana dengan minat baca anak-anak Maluku sendiri?

Tero: agak kurang. Kurikulum di sekolah tidak kondusif. Dan televise bikin anak-anak jadi lebih visual. Beda dengan jaman saya. Saya kasih lucky luke dan asterix untuk keponakan saya, tapi sampai sekarang belum dibaca-baca. Dan satu lagi perpustakaan tidak kondusif. Tidak membantu minat baca anak-anak Maluku dengan baik.

Ini hanya sedikit percakapan saya dengan Tero. Ia bukan penyair. Ia hanya anak muda yang senang menulis. Beberapa dari buah pikirannya adalah puisi. Tidak ada salahnya kita kenal sedikit dari pemikirannya.







Tero Borut bernama lengkap Muhammad Burhanudin Borut. Sekarang aktif membantu kampanye damai di @ambonbergerak, juga aktif menjadi provokator damai dengan teman-teman komunitas kreatif di Ambon. Dan saat ini sedang menuntut ilmu di Australian National University. Tero bisa ditemui di twitternya @Tero2_Boshu. Atau blognya di:  http://terometamorfolio.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment

Featured Post

Sebuah Catatan Tidak Kreatif Tentang Cara-Cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai

Cara-cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai, adalah sebuah buku yang sedang kamu tunggu. Ia lahir sebentar lagi, tepat di 16 A...